Heboh Kasus DNA Babi Pada Obat, Ini 2 UU yang Dilanggar Produsen
Berita

Heboh Kasus DNA Babi Pada Obat, Ini 2 UU yang Dilanggar Produsen

Keterbukaan informasi mengenai kandungan makanan dan obat-obatan merupakan hal serius yang harus dipenuhi oleh produsen.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan suplemen makanan Viostin DS produksi PT Pharos Indonesia dan Enzyplex tablet produksi PT Medifarma Laboratories terbukti positif mengandung DNA babi. Dikutip dari laman resmi BPOM, yang mengandung DNA babi adalah produk dengan nomor izin edar NIE POM SD.051523771 dengan nomor bets BN C6K994H untuk Viostin DS dan NIE DBL7214704016A1 nomor bets 16185101 untuk Enzyplex tablet.

 

BPOM telah menginstruksikan PT. Pharos Indonesia dan PT Medifarma Laboratories untuk menghentikan produksi dan atau distribusi produk dengan nomor bets tersebut. Menanggapi instruksi tersebut, PT. Pharos Indonesia telah menarik seluruh produk Viostin DS dengan NIE dan nomor bets tersebut dari pasaran, serta menghentikan produksi produk Viostin DS. Begitu juga dengan PT Medifarma Laboratories yang telah menarik seluruh produk Enzyplex tablet dengan NIE dan nomor bets tersebut dari pasaran.

 

Meski instruksi BPOM telah dipenuhi, mencuatnya kasus ini cukup menjadi perhatian masyarakat. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengapresiasi sikap BPOM. Menurut Ketua Harian YLKI, Tulus Abadi, sebagai tindakan antisisipasi, langkah BPOM adalah hal yang seharusnya dilakukan.

 

Namun yang menjadi pertanyaan, apakah hal itu cukup melindungi konsumen, dan bagaimana pertanggungjawaban produsen terhadap konsumen yang telah menjadi korban mengonsumsi kedua jenis obat dimaksud?

 

Dalam rilis yang dikutip hukumonline, YLKI mendesak BPOM untuk melakukan tindakan yang lebih luas dan komprehensif terkait kasus tersebut. Hal utama yang perlu dilakukan adalah mengaudit secara komprehensif terhadap seluruh proses pembuatan dari semua merek obat yang diproduksi oleh kedua produsen farmasi dimaksud.

 

(Baca Juga: Mi Instan Mengandung Babi Dinilai ‘Tabrak’ Tiga UU)

 

Menurut Tulus, hal yang rasional jika ada potensi merek obat yang lain dari kedua produsen itu juga terkontaminasi DNA babi. Tulus mengatakan bahwa audit komprehensif sangat penting untuk memberikan jaminan perlindungan kepada konsumen, khususnya konsumen muslim. Sebab berdasar UU No.33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, proses produksi dan konten obat harus bersertifikat halal.

 

Di samping itu, Tulus mendesak PT. Pharos Indonesia dan PT. Medifarma Laboratories untuk meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat Indonesia akibat keteledoran dan atau kesengajaannya memasukkan DNA babi yang sangat merugikan konsumen. “YLKI juga mendesak kepada kedua produsen untuk memberikan kompensasi kepada konsumen yang telah mengonsumsi obat tersebut, minimal mengembalikan sejumlah uang kepada konsumen sesuai nilai pembeliannya,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait