Perlu Kajian Matang Pemungutan Zakat Profesi bagi ASN
Utama

Perlu Kajian Matang Pemungutan Zakat Profesi bagi ASN

Mulai menentukan kriteria muzakki, mustahik, nishab, formulasi penghitungan nishab, syarat haul, dan mekanisme pendistribusiannya hingga sampai ke mustahik dengan meminta masukan semua pemangku kepentingan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi PNS / ASN. Foto: HOL/SGP
Ilustrasi PNS / ASN. Foto: HOL/SGP

Rencana pemerintah melalui Kementerian Agama menghimpun zakat (maal) profesi bagi aparatur sipil negara (ASN) terus menuai polemik. Pro dan kontra tak hanya dari kalangan di DPR, tetapi banyak kalangan termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI). Salah satu alasannya, pemerintah dianggap tak punya kapasitas memungut langsung zakat profesi ASN lantaran sudah ada Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).   

 

Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Sodik Mudjahid mengatakan komisinya bakal memanggil Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin terkait rencana pemungutan zakat profesi sebesar 2,5 persen dari penghasilan ASN. Sebab, rencana tersebut seolah mengesampingkan peran dan fungsi Baznas sesuai amanat UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

 

Pasal 1 angka 7 menyebutkan, “Badan Amil Zakat Nasional yang selanjutnya disebut Baznas adalah lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional.” Diperkuatkan dengan Pasal 6  yang menyebutkan, “Baznas merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional.”

 

Menurutnya, mengacu aturan itu, semestinya Kemenag tak perlu mengumpulkan zakat profesi bagi ASN. Sebab, sesuai Pasal 7 UU Pengelolaan Zakat hanya Baznas yang diberi wewenang untuk mengumpulkan, mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat yang berasal dari para muzakki kepada para mustahik. “Jadi, tugas pengelolaan zakat bukan tugas pemerintah,” ujarnya di Gedung Parlemen, Kamis (8/2/2018). Baca Juga: Kemenag Wacanakan Aturan Penghimpunan Zakat Profesi bagi ASN

 

Pasal 7

(1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, BAZNAS     menyelenggarakan fungsi:

a. perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;

b. pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;

c. pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;

d. pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.

(2) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS dapat bekerja sama dengan pihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) BAZNAS melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya secara tertulis kepada Presiden melalui Menteri dan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

 

Meski begitu, apabila pungutan zakat bagi ASN muslim yang akan dituangkan dalam peraturan presiden ini diberlakukan harus sesuai UU Pengelolaan Zakat dan syariat zakat dengan melibatkan Baznas dan MUI. Terutama dalam menentukan kriteria muzakki, mustahik, dan nishab (batas penghasilan kena wajib zakat maal). “Bukan mustahik versi pemerintah saja,” ujarnya.

 

Misalnya, Politisi Partai Gerindra itu mencontohkan penetapan batas nishab sesuai syariat ditetapkan melalui fatwa MUI. “Rencana kebijakan yang sedang disusun Kemenag ini juga tidak bersifat wajib. Dalam arti, memberi kelonggaran atau kesempatan bagi para ASN muslim yang sudah terbiasa menunaikan zakat di tempat lain,” kata dia.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait