7 Catatan Aliansi Tolak Pengesahan RKUHP
Berita

7 Catatan Aliansi Tolak Pengesahan RKUHP

Jika RKUHP tetap disahkan dengan materi yang sekarang, maka rezim pemerintahan bisa dianggap membangkang pada konstitusi lantaran membungkam kebebasan berekspresi dan memberangus demokrasi.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
7 Catatan Aliansi Tolak Pengesahan RKUHP
Hukumonline

Kritikan terhadap materi RKUHP yang rencananya akan dibahas dan disahkan oleh DPR dan pemerintah pada 14 Februari mendatang terus bergulir. Aliansi Nasional Reformasi KUHP menyatakan jika RKUHP dengan materi yang sekarang tetap disahkan, maka bisa dianggap membangkang pada konstitusi karena membungkam kebebasan berekspresi serta memberangus demokrasi.

 

Atas dasar itu, Aliansi menilai terdapat 7 catatan sebagai alasan kuat untuk menolak pengesahan RKUHP. “Ketujuh alasan ini adalah gambaran apakah Pemerintah dan DPR serius dalam melakukan dekolonialisasi di Indonesia. Presiden Joko Widodo harus berhati-hati karena apabila RKUHP saat ini disahkan oleh DPR, Pemerintahan Presiden Joko Widodo dapat dianggap sebagai rezim yang membangkang pada Konstitusi, membungkam kebebasan berekspresi dan memberangus demokrasi,” tulis Aliansi dalam siaran persnya yang diterima Hukumonline, Minggu (11/2).

 

Selain itu, pengesahan RKUHP dengan materi yang ada juga bisa dianggap mengingkari Nawacita karena gagal memberikan rasa aman pada seluruh warga negara. Materi RKUHP juga tak mewujudkan reformasi penegakan hukum, tidak tercapainya kesejahteraan masyarakat, dan tidak akan terjadi revolusi mental sebagaimana salah satu tujuan utama Presiden Joko Widodo.

 

Catatan pertama, RKUHP berperspektif pemenjaraan dan sangat represif membuka ruang kriminalisasimelebihi KUHP produk kolonial (over-criminalization). RKUHP menghambat proses reformasi peradilan karena memuat sejumlah kriminalisasi baru dan ancaman pidana yang sangat tinggi yang dapat menjaring lebih banyak orang ke dalam proses peradilan dan menuntut penambahan anggaran infrastruktur peradilan.

 

“RKUHP memuat 1251 perbuatan pidana, 1198 di antaranya diancam dengan pidana penjara. Kebijakan ini akan semakin membebani permasalahan lembaga pemasyarakatan yang kekurangan kapasitas (overcrowd),” tulis Aliansi.

 

Kedua, RKUHP belum berpihak pada kelompok rentan, terutama anak dan perempuan. Menurut Aliansi, dengan sulitnya akses pada pencatatan perkawinan, pengaturan pasal perzinahan dan samen leven tanpa pertimbangan yang matang berpotensi membahayakan 40 hingga 50 juta masyarakat adat dan 55% pasangan menikah di rumah tangga miskin yang selama ini kesulitan memiliki dokumen perkawinan resmi.

 

Bahkan, kriminalisasi hubungan privat di luar ikatan perkawinan berpotensi meningkatkan angka kawin yang sudah dialami 25% anak perempuan di Indonesia. Selain itu, RKUHP juga memidana mereka yang menggelandang, berpotensi memidana anak, masyarakat miskin tanpa dokumen resmi dan korban kekerasan seksual.

Tags:

Berita Terkait