Kebebasan Informasi Versus Hak Warga Negara atas Privasi
Disertasi Doktor Ilmu Hukum:

Kebebasan Informasi Versus Hak Warga Negara atas Privasi

Berusaha mencari keseimbangan antara hak individual dengan hak komunal. Ada beberapa opsi yang ditawarkan.

Oleh:
Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Promovendus berfoto bersama tim penguji. Foto: DAN
Promovendus berfoto bersama tim penguji. Foto: DAN

Gagasan RUU Perlindungan Data Pribadi warga negara dianggap penting di tengah perkembangan teknologi yang memudahkan akses informasi. Hingga kini, RUU Perlindungan Data Pribadi belum berhasil disetujui para pemangku kepentingan. Sebaliknya, sejak 2008, Indonesia sudah memiliki RUU Keterbukaan Informasi Informasi Publik, yang mengatur mekanisme permohonan informasi publik ke badan publik oleh warga negara atau badan hukum Indonesia.

 

Jika ditarik ke tingkat yang lebih tinggi terkesan ada problem konstitusional antara hak atas kebebasan memperoleh informasi dengan hak atas privasi warga negara. Yang pertama diatur dalam Pasal 28F UUD 1945, sedangkan hak atas privasi –meskipun tidak disebut eksplisit-- paling dekat konteksnya diatur dalam 28G ayat (1) UUD 1945. Pasal terakhir ini menggunakan frasa ‘perlindungan diri pribadi’. Problem muncul antara lain karena dalam implementasinya hak atas informasi dan hak atas privasi merupakan hak yang saling bertentangan. Dalam jangka pendek, hak atas privasi perlu diperjelas, dan dalam jangka panjang perlu dilakukan perubahan UUD 1945.

 

Demikian antara lain rangkuman disertasi ilmu hukum yang berhasil dipertahankan Nenny Rianarizkiwati di hadapan Dewan Penguji dalam sidang promosi terbuka di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Selasa (06/2) lalu. Dalam sidang dipimpin Dekan FHUI Melda Kamil Ariadno, Nenny berhasil mempertahankan disertasi berjudul Kebebasan Informasi Versus Hak atas Privadi: Tanggung Jawab Negara dalam Perlindungan Data Pribadi.

 

(Baca juga: Pemerintah Didesak Terbitkan UU Perlindungan Data Pribadi).

 

“Terdapat ketidaktepatan pengaturan pada pasal 28F UUD 1945 tentang Kebebasan Informasi dan Pasal 28G ayat (1) tentang kebebasan privasi,” ujar Nenny saat menerangkan kesimpulan dari disertasinya di hadapan promotor (Jimly Asshiddiqie), ko-promotor (Todung Mulya Lubis, Edmon Makarim), dan tim penguji (Satya Arinanto, Bagir Manan, Jufrina Rizal, Fatmawati, dan Effendi Gazali).

 

Hak atas informasi sebenarnya juga diatur dalam banyak perangkat hukum internasional. Di Indonesia, Pemerintah juga antusias mengatur banyak hal terkait hak atas informasi. Dari sekitar 1.600 Undang-Undang, setidaknya ada 50 Undang-Undang yang menyinggung masalah pengumpulan informasi dan jaminan kerahasiaannya. Salah satunya UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Undang-Undang yang lahir setelah amandemen berpayung pada Pasal 28F UUD 1945 yang menegaskan “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.

 

Jika dibandingkan, ketentuan mengenai hak atas informasi dalam UUD 1945 menambahkan tiga kegiatan selain yang tersebut dalam instrumen internasional, yaitu kegiatan memilki, menyimpan, dan mengolah. Ketiga kegiatan ini, kata Nenny, hanya dapat diterapkan dalam hal yang berkaitan dengan informasi publik. Akan menjadi berbeda apabila berkaitan dengan informasi yang bersifat privat. “Kegiatan tersebut dapat diterapkan dalam hal atas informasi publik tetapi tidak tepat dalam hal informasi privat terkait data pribadi,” terangnya.

 

Pegawai negeri sipil di Badan Pusat Statistik itu menjelaskan, terkait kepemilikan atas informasi apabila dibaca dalam konteks hak seseorang untuk memiliki data pribadi orang lain sebagaimana yang telah diatur Pasal 28F, maka menimbulkan pertentangan substansial dengan beberapa pasal yang lainnya dalam UUD 1945. Pertama, Pasal 28F bertentangan dengan Pasal 28G ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi dan harta benda yang dibawah kekuasaanya. Menurut Nenny, pasal ini dimaknai sebagai perlindungan privasi seseorang, termasuk di dalamnya berupa data pribadi seseorang.

Tags:

Berita Terkait