Suatu akta otentik menjadi alat bukti paling sempurna dengan segala akibatnya di muka hukum. Oleh karena itu, prosedur pembuatan akta otentik oleh notaris bukanlah urusan administratif semata. Ada legitimasi yuridis dalam prosedur kerja notaris yang membuat sebuah akta menjadi otentik. Lantas apa akibatnya jika prosedur itu diabaikan?
Sebagai pejabat umum yang diberi kewenangan oleh negara untuk membuat akta otentik, notaris terikat sejumlah aturan. Mulai dari ketentuan perundangan-undangan hingga kode etik. Bagaimana tidak, konsekuensi dari suatu akta otentik yang dibuat oleh notaris tidak main-main. Dalam pembuktian di peradilan, keberadaan suatu akta otentik bisa menjadi penentu putusan akhir majelis hakim.
Dalam Rapat Pleno Pusat Yang Diperluas (RP3YD) sekaligus Pembekalan dan Penyegaran Pengetahuan bagi Ikatan Notaris Indonesia (INI) akhir Januari silam, salah satu isu yang mengemuka adalah jumlah batas wajar pembuatan akta oleh notaris.
Ketua Dewan Kehormatan Pusat (DKP) INI, Arry Supratno, menyampaikan di hadapan para peserta soal fakta yang ditemukan adanya notaris yang membuat hingga ribuan akta per bulan. Salah satu jumlah yang disebut berdasarkan catatan awak hukumonline di lokasi acara adalah 2000 akta per bulan. Artinya, dalam lima hari kerja per pekan ada 100 akta yang bisa dihasilkan.
Kala itu, Arry mengajak para hadirin berpikir logis, bagaimana caranya prosedur pembuatan akta yang telah diatur dalam UU No.30 Tahun 2004 jo. UU No.2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN) bisa terpenuhi jika dalam satu hari seorang notaris menerbitkan 100 akta.
(Bacalah: Waspada! Ini Pasal-pasal yang Sering Menjerat Profesi Notaris dan PPAT)
Perlu diketahui, dalam UUJN telah diatur prosedur pembuatan akta yang melibatkan notaris, penghadap yang membuat akta, serta dua orang saksi yang hadir saat akta dibacakan notaris lalu ditandatangani. Prosedur ini melibatkan pembacaan bagian-bagian akta serta penandatanganan.
Peraturan Dewan Kehormatan Pusat Ikatan Notaris Indonesia No.1 Tahun 2017 tentang Batas Kewajaran Jumlah Pembuatan Akta Perhari Pasal 2:
|