94 Persen Kasus Buruh Migran Indonesia di Taiwan Bisa Selesai
Berita

94 Persen Kasus Buruh Migran Indonesia di Taiwan Bisa Selesai

Kasus yang menimpa buruh migran seperti upah tidak dibayar, kecelakaan kerja, dan kontrak kerja yang tidak sesuai.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Aksi solidaritas kepada seorang TKI di luar negeri. Foto: FB
Aksi solidaritas kepada seorang TKI di luar negeri. Foto: FB

Pekerja Migran Indonesia yang bekerja di negara tujuan butuh perlindungan dan perhatian yang baik dari pemerintah. Upaya itu perlu dilakukan mengingat resiko yang membayangi buruh migran cukup besar. Untungnya, penanganan yang dilakukan pihak terkait dalam. menangani persoalan buruh migran Indonesia di sebagian negara penempatan relatif cukup baik seperti di Taiwan.

 

Direktur Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN) Kementerian Ketenagakerjaan, Soes Hindharno, mencatat tahun 2017 Kamar Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taiwan berhasil menyelesaikan 94 persen kasus yang dialami buruh migran Indonesia. Sebanyak 6 persen sisanya masih dalam proses penyelesaian.  "Pemerintah Indonesia dan Taiwan terus bekerja sama untuk meningkatkan aspek perlindungan bagi PMI dan peningkatan kesejahteraan bagi PMI yang bekerja di Taiwan. Kita ingin kasus-kasus PMI segera diselesaikan dan PMI bisa pulang ke tanah air, “ kata Soes dalam keterangan pers, Rabu (21/2).

 

(Baca juga: Perlu Dibuat Strategi Nasional Perlindungan Buruh Migran)

 

Soes menegaskan pemerintah berkomitmen untuk mempercepat penyelesaian kasus pekerja migran Indonesia yang berada di semua negara penempatan. Berbagai masalah yang sering menimpa buruh migran Indonesia antara lain upah tidak dibayar, kecelakaan kerja, kontrak kerja tidak sesuai, pemulangan, dan penganiayaan.

 

Untuk mendukung uoaya tersebut Soes mengatakan pemerintah memperkuat peran atase ketenagakerjaan yang bertugas melayani tenaga kerja termasuk perlindungan bagi buruh migran. Atase ketenagakerjaan juga bertugas mendata pekerja migran Indonesia, penilaian terhadap mitra usaha atau agen dalam mengurus dokumen pekerja migran, advokasi, legislasi perjanjian atau konttak kerja dan pembinaan.

 

UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia mengatur tugas atase ketenagakerjaan. Misalnya, atase ketenagakerjaan wajib melakukan verifikasi terhadap mitra usaha dan calon pemberi kerja. Berdasarkan hasil verifikasi itu atase ketenagakerjaan menetapkan pemberi kerja dan mitra usaha yang bermasalah dan mengumumkannya secara berkala. Pejabat yang ditunjuk sebagai atase ketenagakerjaan harus memiliki kompetensi ketenagakerjaan dan status diplomatik.

 

Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo, mengatakan baik atau tidak penanganan perkara buruh migran Indonesia di negara penempatan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kinerja diplomat yang optimal dan kedutaan besar Indonesia yang pro aktif, dan  ketersediaan mekanisme citizen protection desk yang kooperatif terhadap organisasi masyarakat sipil yang melakukan pendampingan.

 

Dari berbagai negara penempatan Wahyu mencatat sebagian punya mekanisme yang relatif baik dalam menangani perkara buruh migran seperti Singapura dan Hongkong. "KBRI Singapura sudah punya mekanisme citizen protection desk. Di Hongkong Labour Court (pengadilan perburuhan, red) nya bagus," katanya ketika dihubungi, Sabtu (24/2).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait