Begini Alasan MK Tolak Pasal Obstruction of Justice
Berita

Begini Alasan MK Tolak Pasal Obstruction of Justice

Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor bersifat dan berlaku umum, bukan ditujukan kelompok tertentu, termasuk Advokat. Kata kunci dari rumusan hak imunitas dalam ketentuan itu bukan terletak pada ‘kepentingan pembelaan Klien’, melainkan pada ‘itikad baik’.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Aturan sanksi bagi pihak yang menghalangi proses penyidikan tindak pidana korupsi (tipikor) dalam Undang-Undang (UU) No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dinyatakan konstitusional.

 

“Menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua Majelis MK Arief Hidayat saat membacakan putusan Nomor 7/PUU-XVI/2018 di ruang sidang MK, Rabu (28/2/2018) seperti dikutip laman MK.   

 

Khaeruddin yang berprofesi sebagai advokat mendalilkan hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 21 UU Pemberantasa Tipikor. Menurut Pemohon, pasal a quo membuat profesi advokat terbelenggu guna menegakkan hukum dan keadilan kendati memiliki niat yang mulia untuk menegakkan hukum dan keadilan.

 

Selain itu, Pemohon menilai pasal a quo mengakibatkan penafsiran subjektif oleh penegak hukum untuk dapat merintangi atau menggagalkan, baik secara langsung atau tidak langsung tugas seorang advokat dalam menjalankan tugasnya melakukan pembelaan terhadap klien.

 

Terhadap dalil tersebut, Mahkamah berpendapat sepanjang tidak terbukti seorang Advokat secara sengaja melakukan perbuatan sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor, maka tidak terdapat alasan apapun untuk menyatakan Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor mengkriminalkan dan membelenggu Advokat dalam menjalankan profesinya.

 

Lagi pula, jika benar, sebagaimana dalil Pemohon, bahwa tindakan seorang Advokat tujuannya untuk menegakkan hukum dan keadilan maka tujuan itu sendiri telah membantah dalil kriminalisasi dan belenggu sebagaimana diutarakan Pemohon. Sebab hal itu telah dengan sendirinya menunjukkan tidak adanya niat jahat (mens rea) dari perbuatan itu.

 

“Undang-Undang a quo adalah bersifat dan berlaku umum, bukan ditujukan untuk kelompok tertentu, termasuk Advokat,” ujar Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna membacakan pertimbangan Mahkamah. Baca Juga: Pemohon Minta Ada Peran Dewan Kehormatan Advokat

Tags:

Berita Terkait