Menilik Peran dan Kualitas Paralegal dalam Bantuan Hukum
Fokus

Menilik Peran dan Kualitas Paralegal dalam Bantuan Hukum

Kebutuhan terhadap peran paralegal baik di ibu kota maupun daerah tetap ada. Namun, perlu ada standar kurikulum yang jelas bagi paralegal sehingga sesuai kompetensinya masing-masing.

Oleh:
CR-25
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Terbitnya Permenkumham No. 1 Tahun 2018 tentang Paralegal dalam Pemberian Bantuan Hukum mengundang perbincangan banyak kalangan. Mulai advokat, pemberi dan penerima bantuan hukum maupun khalayak ramai. Masih minimnya sebaran Pemberi Bantuan Hukum dan advokat yang menangani kasus pro bono di daerah-daerah menjadi salah satu alasan betapa pentingnya peran paralegal dalam membantu agar terpenuhinya bantuan akses keadilan bagi masyarakat.

 

Di samping itu berbagai masukan terus disuarakan agar angka kebutuhan akan jasa paralegal berbanding lurus dengan kualitas jasa yang diberikan paralegal tersebut. Dalam menjawab tantangan akan kualitas jasa paralegal, Kepala Bidang Bantuan Hukum BPHN, C. Kristomo menjelaskan, tidak semua paralegal dapat memberikan bantuan hukum.

 

Menurut Kristomo, jika paralegal ingin memberikan bantuan hukum, maka paralegal tersebut harus terdaftar pada BPH-BPH yang sudah terakreditasi. Adapun verifikasi dan akreditasi BPH/Organisasi Bantuan Hukum (OBH) dilakukan dalam rentang waktu tiga tahun sekali.

 

Untuk daftar OBH yang sudah terakreditasi oleh BPHN per tahun 2016, kilk di sini.

 

Pada Pasal 10 UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, disebutkan bahwa kewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi paralegal dilakukan oleh Pemberi Bantuan Hukum. Pasal ini tentu berpotensi munculnya perbedaan standar pada kurikulum.

 

Saat ditanya soal perbedaan standar minimum muatan kurikulum tersebut, Ketua Bidang Advokasi YLBHI, Muhammad Isnur mengatakan, memang seharusnya ke depan ada kurikulum yang jelas. Menurut Isnur, standar tersebut harus sesuai dan memenuhi ketentuan masing-masing kompetensi (litigasi atau non-litigasi) berdasarkan undang-undang.

 

“Saat ini YLBHI dalam tahapan menyusun kurikulum tersebut. Kami sedang punya program agar ada standar yang minimun untuk pelatihan paralegal di Indonesia. Kami sedang membuat tapi belum selesai,” ujar Isnur kepada hukumonline, Jum'at (2/3).

 

Ketua Umum DPN Peradi, Luhut MP Pangaribuan tidak menampik pentingnya peran paralegal dalam membantu advokat mempersiapkan bukti-bukti yang diperlukan di persidangan hingga mendampingi ke kantor yang dituju. Hal ini penting mengingat sistem peradilan di Indonesia tidak menganut verplichte procureurstelling, yakni wajib didampingi advokat dalam berperkara, sehingga perlunya peran paralegal dalam membantu tugas-tugas advokat.

Tags:

Berita Terkait