Perusahaan Fintech Tak Terdaftar ‘Terancam’ Dipolisikan
Berita

Perusahaan Fintech Tak Terdaftar ‘Terancam’ Dipolisikan

Apabila hingga tanggal 5 Maret 2018 perusahaan fintech belum mendaftar ke OJK, maka maka seluruh kegiatan operasinya wajib dihentikan.

Oleh:
CR-26
Bacaan 2 Menit
Tongam Lumban Tobing. Foto: NNP.
Tongam Lumban Tobing. Foto: NNP.

Satuan Tugas Waspada Investasi mewajibkan seluruh perusahaan teknologi finansial (tekfin) atau financial technology (fintech) yang beroperasi di Indonesia untuk mendaftarkan entitasnya pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pendaftaran tersebut paling lambat harus dilakukan pada Senin, 5 Maret 2018. Keputusan tersebut tertuang usai rapat yang dihadiri berbagai pihak terkait seperti OJK, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia dan pelaku usaha.

 

Berdasarkan hasil rapat pada 19 Februari lalu, Satgas Waspada Investasi OJK akan akan melaporkan kepada pihak kepolisian terhadap perusahaan yang belum mendaftar hingga waktu ditentukan tersebut. Selain itu, tim satgas juga melarang dan menghentikan perusahaan fintech tersebut untuk beroperasi. Kemudian, perusahaan tekfin tersebut diminta untuk menghapus aplikasi atau layanan lainnya pada media sosial atau media elektronik.

 

Ketua Satgas Waspada Investasi sekaligus Direktur Kebijakan dan Dukungan Penyidikan OJK, Tongam Lumban Tobing mengatakan, kewajiban pendaftaran perusahaan fintech tersebut berdasarkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Dalam regulasi tersebut mengharuskan semua perusahaan teknologi informasi mendaftarkan dirinya ke OJK.

 

Tongam menjelaskan, pelaporan tersebut bertujuan untuk menjamin perlindungan dana masyarakat yang dihimpun oleh perusahaan fintech. “Karena ada dalam fintech dana masyarakat yang dihimpun. Aturan itu untuk memberi perlindungan terhadap masyarakat,” kata Tongam saat dihubungi Hukumonline, Sabtu (3/3).

 

Selain itu, Tongam juga menjelaskan pendaftaraan tersebut juga bertujuan untuk menghindari perusahaan fintech sebagai tempat transaksi keuangan yang melanggar hukum seperti tindak pencucian uang dan pendanaan terorisme. “Dengan pendaftaran itu, kami bisa mengetahui data nasabah baik nasabah yang menempatkan uangnya dan peminjam di situ,” katanya.

 

Untuk menyosialisasikan regulasi tersebut, tim satgas juga telah memanggil perusahaan-perusahaan fintech. Berdasarkan penjelasan Tongam, saat ini baru sekitar 37 perusahaan yang telah mendaftarkan di OJK. Sayangnya, Tongam tidak dapat menjelaskan berapa banyak perusahaan fintech yang saat ini beroperasi di Indonesia.

 

“Kami tidak tahu berapa banyak perusahaan fintech di lapangan yang beroperasi. Maka itu, kami meminta mereka untuk mendaftar,” kata Tongam.

Tags:

Berita Terkait