Penafsiran Konstitusi: Originalism dan Ketidaktahuan yang Disengaja
Kolom

Penafsiran Konstitusi: Originalism dan Ketidaktahuan yang Disengaja

​​​​​​​Seorang hakim harus mampu membenamkan dirinya pada catatan sejarah yang menceritakan kepadanya tentang maksud-maksud pertama kali terbentuknya konstitusi.

Bacaan 2 Menit
M. Ilham Hermawan. Foto: Istimewa
M. Ilham Hermawan. Foto: Istimewa

Pada awalnya, tulisan penafsiran konstitusi saya hadirkan untuk menjawab atas perdebatan yang terjadi atas putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-XIV/2016 tulisan yang dimuat pada tanggal 28 Desember 2017 di Hukumonline bertajuk “keyakinan atas penafsiran konstitusi”.

 

Terpaparkan di dalam tulisan tersebut bahwa terdapat dua aliran besar dalam penafsiran konstitusi. Aliran yang menjadi keyakinan hakim atas nalar yang dibangun dalam pemaknaan materi muatan konstitusi. Dua aliran yang dinamai originalism dan non-originalism. Secara singkat apa yang menjadi cara bernalar aliran tersebut, telah dideskripsikan dalam tulisan tersebut.

 

Apa yang telah diurai dalam tulisan tersebut atas sosok kedua aliran dalam penafsiran konstitusi tentunya tidak memberikan kedalaman yang utuh. Karena sedari awal, tulisan tersebut diperuntukkan untuk menyuguhkan hal-hal yang bersifat dangkal. Tapi kedangkalan bukan hal yang tidak penting. Dalam mencari kedalaman, menurut Martin Heidegger, harus dimulai dengan yang dangkal-dangkal dengan tatapan yang cermat dan dalam, maka kedalaman akan muncul dari hal-hal yang bersifat permukaan. Kita tidak mampu naik ke atas secara spekulatif, tanpa terlebih dahulu melihat hal-hal yang dangkal secara transparan.

 

Bertitik tolak dari argumentasi Heidegger, tulisan ini menyuguhkan kembali atas penafsiran konstitusi. Tapi, berbeda dengan arah tulisan sebelumnya, tulisan ini memfokuskan pada satu pers satu aliran yang ada. Di awali dengan originalism, dan kemudian akan di tindak lanjuti dengan aliran non-originalism pada tulisan berikutnya.

 

Dan, kemudian akan ditutup dengan tulisan memberikan jawaban atas pernyataan saya Membangun keputusan dengan cara dialogis menjadi konsep yang tepat dan harus hadir di Mahkamah Konstitusi yang kemudian akan saya sebut dengan Hermeneutik Konstitusional, sebagai tulisan penutup atas tema penafsiran konstitusi.

 

Titik tolak pemahaman asli originalism

Dalam bentangan aplikasi sejarah, istilah “originalism” menurut Lawrence B. Solum diperkenalkan pertama kali dalam sebuah artikel Paul Brest pada tahun 1981. Akan tetapi jika ditelisik penggunaan frasa ini secara ilmiah telah meluas pada tahun 1930-an. Frasa atau ungkapan-ungkapan lain seperti “original meaning,” “original understanding,” dan “original intention” juga muncul pada kisaran tahun yang sama.

 

Ungkapan “original meaning” hadir dalam konteks konstitusional dalam sebuah artikel di Yale Law Journal pada tahun 1938 yang kemudian disusul dengan hadirnya ungkapan terkait “original intentions” pada tahun yang sama. Sedangkan, “original understanding” hadir untuk pertama kalinya di database Westlaw pada tahun 1949 melalui artikel terkenal Charles Fairman.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait