Perpres Beneficial Ownership Demi Jaga Integritas Korporasi
Berita

Perpres Beneficial Ownership Demi Jaga Integritas Korporasi

Implementasi Perpres No. 13 Tahun 2018 tidak akan mengganggu iklim investasi dan kemudahan berusaha (ease of doing business).

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Belum lama ini, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Atas Korporasi dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (Beneficial Ownership/BO) pada 5 Maret 2018.

 

Perpres ini untuk mengenali pemilik manfaat dari korporasi agar diperoleh informasi mengenai BO yang akurat, terkini, dan tersedia untuk umum,” ujar Direktur Kerja Sama dan Humas PPATK, Muhammad Salman dalam keterangan pers yang diterima Hukumonline, Kamis (8/3/2018). Baca Juga: Perpres Beneficial Ownership untuk Cegah Praktik Pelarian Pajak

 

Setidaknya, ada 3 urgensi dari pengaturan dan penerapan transparansi BO yang dapat diindentifikasikan. Pertama, untuk melindungi korporasi dan pemilik manfaat yang beritikad baik. Kedua, untuk kepastian hukum atas pertanggungjawaban pidana. Ketiga, untuk efektivitas penyelamatan aset (asset recovery).

 

Salman menerangkan pada dasarnya UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang telah mengatur ketentuan mengenai transparansi pemilik manfaat korporasi atau BO. Namun, ketentuan dimaksud hanya bersifat terbatas dan belum dapat meng-capture informasi pemilik maanfaat dari suatu korporasi yang ada di Indonesia.

 

Hal terpenting Perpres No. 13 Tahun 2018 ini, ada beberapa kewajiban bagi korporasi yakni wajib menilai sendiri (self-assessment), menetapkan dan mengungkapkan (declare) pemilik manfaat dari korporasi dimaksud, baik orang perorangan yang tercantum dalam dokumen resmi yang dikeluarkan oleh otoritas yang berwenang maupun orang perorangan yang tidak tercantum dalam dokumen resmi.

 

Akan tetapi, orang perorangan dimaksud memiliki kemampuan atau kapasitas. Pertama,  menunjuk atau memberhentikan direksi, dewan komisaris, pengurus, pembina, atau pengawas pada korporasi. Kedua, mengendalikan korporasi. Ketiga, berhak dan/atau menerima manfaat dari korporasi. Keempat, langsung atau tidak langsung merupakan pemilik sebenarnya dari dana atau saham korporasi.

 

“Karakteristik pemilik manfaat pada tiap-tiap jenis korporasi berbeda-beda dan diatur secara khusus dan terperinci dalam Perpres ini. Korporasi melanggar ketentuan Perpres ini akan dikenai sanksi sesuai peraturan perundang-undangan,” sebutnya.

Tags:

Berita Terkait