Catatan Kritis terhadap Tindak Pidana Lingkungan dalam RKUHP
Berita

Catatan Kritis terhadap Tindak Pidana Lingkungan dalam RKUHP

Mulai menghilangkan kekhasan tindak pidana lingkungan hidup, tidak jelasnya penerapan asas ultimum remedium dan premium remedium, pidana tambahan, jenis sanksi pemidanaan, dimuatnya unsur melawan hukum, hingga tidak membedakan pertanggungjawaban korporasi dengan pengurusnya.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Kiri ke kanan: Raynaldo G Sembiring, Even Sembiring, Andri G Wibisana dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (14/3). Foto: RFQ
Kiri ke kanan: Raynaldo G Sembiring, Even Sembiring, Andri G Wibisana dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (14/3). Foto: RFQ

Beberapa substansi Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) terus mendapat penolakan dalam elemen masyarakat. Kini, giliran pegiat lingkungan hidup menyatakan penolakannya terhadap rumusan tindak pidana lingkungan hidup yang diatur dalam RKUHP karena menimbulkan ketidakjelasan. Hal tersebut berdampak akan sulitnya aparat penegak hukum membuktikan tindak pidana (delik) lingkungan hidup dalam RKUHP

 

Deputi Direktur Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Raynaldo G Sembiring menilai materi RKUHP menghilangkan ketentuan yang bersifat khas dalam penegakan hukum pidana di bidang lingkungan seperti tertuang dalam UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Seperti penerapan asas ultimum remedium (pemidanaan upaya terakhir) dan premium remedium (penegakan hukum lingkungan prioritas utama).

 

“Dalam RKUHP asas ultimum remedium atau premium remedium tidak ditegaskan dapat atau tidaknya diterapkan dalam tindak pidana lingkungan,” ujar Raynaldo dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (14/3/2018). Baca Juga: Alasan Agara RKUHP Tidak Disahkan di Tahun Politik

 

Dia menerangkan asas premium remedium menempatkan penegakan hukum pidana lingkungan sebagai hal utama. Faktanya, asas premium remedium sulit diterapkan lantaran rumitnya membuktikan rumusan tindak pidana lingkungan hidup dan besarnya kerugian negara. “Tindak pidana lingkungan termasuk jenis tindak pidana yang rumit pembuktiannya. Kita khawatir pencemaran atau perusakan lingkungan bakal lolos dari ancaman pidana,” kata dia.

 

Hal lain yang menjadi sorotan dimuatnya unsur melawan hukum dalam Pasal 373 RKUHP. Hal ini berbeda seperti diatur Pasal 98 UU No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH yang tidak memuat unsur melawan hukum dalam tindak pidana lingkungan hidup. Prinsipnya, kata Raynaldo, semua tindak pidana merupakan perbuatan melawan hukum. Namun bila dituangkan dalam rumusan pasal, maka harus ada beban pembuktian di persidangan.  

 

“Unsur melawan hukum (dalam tindak pidana lingkungan hidup) ini tidak diperlukan, karena unsur kesalahan sudah diatur dan sebagai pembeda perumusan ukuran pemidanaan dalam tindak pidana lingkungan,” ujarnya.

 

Dijelaskan Raynaldo, unsur melawan hukum dalam tindak pidana lingkungan hidup sebelumnya dimuat UU No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Namun perumusan unsur melawan hukum ini dihapuskan UU No. 32 Tahun 2009. Alasannya, unsur melawan hukum ini seringkali diartikan sebagai melawan hukum formil.

Tags:

Berita Terkait