​​​​​​​Beginilah Risiko Menjadikan Surat Pernyataan Sebagai Jaminan
Landmark Decisions MA 2017

​​​​​​​Beginilah Risiko Menjadikan Surat Pernyataan Sebagai Jaminan

Sekalipun berbasis syariah, bank tetap harus menerapkan prinsip kehati-hatian.

Oleh:
Fitri N Heriani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Ada putusan menarik yang datang dari perbankan syariah, putusan mana telah dijadikan sebagai landmark decisions dalam Laporan Tahunan Mahkamah Agung Tahun 2017. Kaidah hukumnya penting dalam penyelenggaraan perbankan syariah di Indonesia. Intinya, bank harus berhati-hati mengucurkan pinjaman kepada nasabah, sekalipun basisnya adalah syariah.

 

Dalam putusan No. 624K/Ag/2017, majelis hakim agung memutuskan bersalah sebuah bank berbasis syariah di Padangsidempuan Sumatera Utara. Hakim juga menetapkan kerugian yang dialami dari akad musyarakah antara penggugat dengan tergugat, dan menetapkan masing-masing kewajiban yang harus ditanggung. Musyarakah adalah bentuk umum dari usaha bagi hasil di mana dua orang atau lebih menyumbangkan pembiayaan atas usaha dengan profit yang bisa sama atau tidak.

 

Mulanya, seseorang berinisial OSH telah mengadakan perjanjian musyarakah dengan kantor cabang salah satu bank syariah di Padangsidempuan. Nilainya Rp700 juta dalam jangka waktu 12 bulan. Sebagai jaminan adalah sertifikat hak milik atas tanah di Pasar Gunungtua. Saat akad disepakati, OSH dibebani kewajiban membayar biaya asuransi sebesar Rp2.170.000. Para pihak setuju.

 

Tanpa menunggu polis asuransi keluar, pihak bank sudah mencairkan pembiayaan. Dasar pengucuran pembiayaan itu hanya surat pernyataan yang dibuat OSH dan isterinya (YD) yang intinya jika di kemudian hari terjadi sesuatu kepada OSH dan mengancam jiwanya, meskipun polis asuransi jiwa belum terbit, ahli warisnya tidak akan menuntut bank. Seluruh pembiayaan OSH tetap menjadi tanggungan ahli warisnya hingga selesai.

 

Manusia boleh berencana, Tuhan bisa menentukan lain. Sekitar tiga bulan setelah akad diteken, OSH meninggal dunia. Sepeninggal suaminya, YD mengajukan klaim asuransi kepada perusahaan asuransi (Tergugat III). Pihak asuransi menolak lantaran OSH tidak melengkapi persyaratan medical check up. Pembayaran ke bank akhirnya mandek.

 

Tiga kali bank berbasis syariah mengajukan somasi kepada YD, isinya meminta ahli waris OSH membayar angsuran yang berjalan sesuai surat pernyataan sebelumnya. Pihak bank mengancam melelang aset OSH jika ahli warisnya tidak membayar angsuran. Nasabah dan bank plus perusahaan asuransi akhirnya bersengketa ke Pengadilan Agama Medan melalui sengketa ekonomi syariah.

 

Baca:

Tags:

Berita Terkait