Shidarta: Putusan Pengadilan yang Bagus Perlu Sering Diapresiasi
Landmark Decisions 2017

Shidarta: Putusan Pengadilan yang Bagus Perlu Sering Diapresiasi

​​​​​​​Yurisprudensi adalah mahkota hakim yang telah diakui dan dipilih secara cermat dan hati-hati dari banyak putusan. Setiap tahun Mahkamah Agung menerbitkan putusan-putusan terpilih.

Oleh:
M Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Shidarta. Foto: Humas MK
Shidarta. Foto: Humas MK

Putusan-putusan yang dipilih menjadi landmark decisions tak hanya berasal dari satu lingkungan peradilan. Setelah dipilih lalu diangkat kaidah hukum yang tercantum dalam putusan. Kaidah hukum itu ditarik dari pertimbangan majelis hakim. Sebagian putusan terpilih menerobos formalism perundang-undangan, sebagian lagi mengisi kekosongan hukum. Yang jelas, kaidah hukum yang diangkat sangat berguna bagi masyarakat luas.

 

Beberapa tahun terakhir, putusan terpilih dimasukkan ke dalam buku Laporan Tahunan (laptah) Mahkamah Agung, dan diluncurkan bersamaan dengan sidang terbuka laptah. Tahun ini, peluncuran laptah Tahun 2017 dilakukan bersamaan denan pameran kampung hukum. Tetamu yang hadir bisa membaca putusan-putusan apa yang dipublikasikan Mahkamah Agung. Mereka yang tertarik menggeluti anotasi, penelitian, atau melakukan kajian terhadap putusan hakim, daftar landmark decisions itu sangat penting. Terutama jika dikaitkan dengan yurisprudensi.

 

Dalam konteks itulah Hukumonline mewawancarai Shidarta. Akademisi Universitas Bina Nusantara Jakarta ini adalah salah seorang akademisi yang intens melakukan kajian terhadap putusan-putusan hakim. Termasuk penafsiran hukum. Salah satu karya tulisnya adalah  ‘Perumusan Kaidah Yurisprudensi dan Kelayakannya Sebagai Sumber Formal Hukum Bagi Pengembangan Sistem Hukum Indonesia’.

 

Dalam sebuah wawancara dengan jurnalis Hukumonline melalui telepon, Shidarta menyampaikan pandang-pandangannya. Berikut petikannya:

 

Secara umum, bagaimana akademisi melihat yuriprudensi di Indonesia?

Sebetulnya secara konsep, tidak ada otoritas yang bisa menentukan itu yurisprudensi atau bukan. Karena, sekalipun itu dimuat di dalam buku, dikasih judul yurisprudensi, diterbitkan secara official oleh Mahkamah Agung (MA), kalau ternyata tidak pernah ada hakim yang mengutip putusan itu di dalam putusan-putusan setelahnya maka tetap saja tidak bisa disebut yurisprudensi. Jadi kalau mau disebut bisa putusan-putusan yang bagus, bisa jadi reference, itu iya. Tapi untuk disebut sebagai yurisprudensi maka harus ditindaklanjuti ke dalam bentuk kutipan oleh hakim-hakim setelah itu.

 

Untuk hal yang demikian (putusan-putusan yang bagus dan bisa dijadikan reference), apakah relevan atau tidak disebut landmark decisions?

Ini dua hal yang berbeda. Memang biasanya landmark decisions itu diambil dari yurisprudensi. Jadi dari sekian banyak yurisprudensi, kemungkinan ada yang menonjol. Yang terus menerus dikutip, yang selalu menjadi perhatian bahkan tidak hanya di dalam, tetapi juga barangkali di luar negeri. Misalnya putusan terkait listrik adalah barang. Itu adalah landmark decisions. Kita tidak peduli lagi itu ptusan dibuat di pengadilan mana. Tapi putusan itu sedemikian menjulangnya, sehingga menjadi referensi yang dianggap menerobos kekakuan atau kelemahan dari hukum positif yang ada. (Baca juga: Tentang Aktualisasi Yurisprudensi)

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait