Mossack Fonseca Bangkrut, 3 Pelajaran dari Gagalnya Firma Hukum Ternama Lindungi Kerahasiaan Data Pribadi
Fokus

Mossack Fonseca Bangkrut, 3 Pelajaran dari Gagalnya Firma Hukum Ternama Lindungi Kerahasiaan Data Pribadi

Indonesia belum memiliki landasan regulasi yang memadai dalam pelaksanaan perlindungan data pribadi. Kerahasiaan klien dalam jasa layanan hukum hanya bersandar pada UU Advokat.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Logo Mossack Fonseca. Foto: Twitter @Mossfon
Logo Mossack Fonseca. Foto: Twitter @Mossfon

Firma hukum Mossack Fonseca, yang pernah masuk jajaran top tier versi lembaga pemeringkat The Legal 500, ambruk setelah gagal mengamankan kerahasiaan data para kliennya dalam skandal Panama Papers. Setidaknya, ada tiga pelajaran berharga bagi bisnis jasa layanan hukum di Indonesia.

 

Mossack Fonseca akhirnya menyatakan tidak mampu lagi beroperasi. Dilansir dari laman The Guardian, firma hukum internasional yang pernah memiliki puluhan cabang di berbagai negara ini menyatakan pihaknya mengalami ‘kerusakan yang tak bisa diperbaiki’ akibat kemunduran reputasi, memburuknya keuangan firma, pemberitaan media serta perlakuan beberapa otoritas di Panama yang tidak menguntungkan, Rabu(14/3) lalu.

 

Firma hukum berusia 40 tahun yang didirikan tahun 1977 oleh advokat Jerman, Jürgen Mossack, ini adalah firma hukum terbesar ke-4 di dunia untuk layanan jasa hukum perusahaan offshore saat skandal Panama Papers terkuak April 2016.

 

Dalam laporan Reuters saat itu, founding partner, Ramon Fonseca menyatakan mereka telah menjadi korban hacking pada pangkalan data Mossack Fonseca. Ironis, Mossack Fonseca yang menerima beragam penghargaan lembaga pemeringkat internasional ini sebelumnya membanggakan sertifikasi mereka untuk standar ISO 9001:2008 soal jaminan mutu dan keamanan informasi klien dengan layanan enkripsi Secure Socket Layer (SSL) dari VeriSign.

 

“Informasimu tidak akan pernah lebih aman dibandingkan dengan berada dalam portal klien Mossack Fonseca,” begitu kurang lebih jargon mereka. Janji manis ini tak terbukti saat 11.5 juta dokumen berhasil dibuka dan dipublikasikan dalam Panama Papers April 2016 silam.

 

Kepercayaan klien terhadap pengacaranya adalah modal penting, yang harus diikuti dengan sikap sang advokat menjaga rahasia sang klien. Rahasia itu bahkan perlu tetap dijaga hingga berakhirnya hubungan pemberian jasa. Firma hukum yang gagal memenuhinya tak ubahnya tengah menggali kuburnya sendiri.

 

(Baca: Kepercayaan Klien adalah Modal Vital Jasa Hukum Advokat)

 

Terlepas dari penilaian soal pelanggaran hukum dalam praktik yang dijalankan Mossack Fonseca berdasarkan Panama Papers, isu perlindungan kerahasiaan data pribadi bagi firma hukum terbukti sangat serius. Sebuah firma hukum internasional ternama dengan upaya perlindungan data serius pun harus jatuh melalui cyber attack. Berikut tiga pelajaran penting bagi kantor hukum.

Tags:

Berita Terkait