​​​​​​​Bukan Pengurus Perseroan Tak Berarti Lepas dari Hukum
Landmark Decisions MA 2017

​​​​​​​Bukan Pengurus Perseroan Tak Berarti Lepas dari Hukum

Sekalipun bukan pengurus perseroan, personil pengendali korporasi bisa diminta pertanggungjawaban hukum.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Pihak yang bertanggung jawab dalam pengelolaan sebuah perusahaan adalah direksi. Direksi bertanggung jawab untuk dan atas nama perseroan di dalam maupun di luar pengadilan. Begitulah perspektif yang dibangun penyusun UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT). Mengacu ketentuan tersebut direksi menjadi pemegang komando dalam menentukan kebijakan perseroan. Tapi praktiknya saat ini, direksi bukan satu-satunya pihak yang mengendalikan perseroan. Di luar mereka yang tercantum dalam struktur direksi dan komisaris mungkin saja ada orang lain yang sangat berpengaruh: pengendali perseroan.

 

Dalam beberapa perkara di pengadilan yang melibatkan perusahaan, bisa dilihat bagaimana pengendali korporasi mendominasi dan menentukan arah kebijakan sebuah perusahaan. Misalnya, kasus yang menjerat anggota kepolisian, Labora Sitorus. Dia tersangkut kasus ilegal logging, pengangkutan BBM ilegal, dan pencucian uang. Pengelolaan kegiatan itu dilakukan melalui sejumlah perusahaan yang dia kendalikan, salah satunya PT. R.

 

Putusan Pengadilan Negeri (PN) Sorong No. 145/PID.B/2013/PN.SRG tertanggal 17 Februari 2014 menjatuhkan pidana penjara 2 tahun dan denda Rp50 Juta subsider 6 bulan kurungan. Tak puas dengan vonis itu penuntut umum mengajukan banding. Hasilnya, dalam putusan Pengadilan Tinggi Jayapura No.15/Pid/2014/PT.JPR tertanggal 2 Mei 2014 vonis Labora Sitorus ditambah menjadi 8 tahun dan denda Rp50 juta subsider 6 bulan. Pengadilan Tinggi Jayapura membatalkan putusan PN Sorong.

 

Pada tingkat kasasi, majelis menjatuhkan vonis lebih berat yakni 15 tahun penjara dan denda Rp15 miliar subsider kurungan 1 tahun. Lewat putusan MA bernomor 1081 K/Pid.Sus/2014, majelis membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jayapura yang telah membatalkan putusan PN Sorong. Dalam pertimbangannya majelis kasasi menyebut Labora tidak tercantum dalam akta pendirian CV. LBT dan UD. MR serta PT. R, tapi faktanya dia mempunyai kekuasaan dan kewenangan yang sangat signifikan dan sangat menentukan dalam pengambilan keputusan dan kebijakan perusahaan.

 

Baca:

 

Majelis berpendapat secara formal Labora tidak mengendalikan perusahaan, tapi dalam praktik ia begitu berperan mengendalikan perusahaan. Ia diduga melakukan pelanggaran dan kejahatan yaitu tindak pidana kehutanan, pencucian uang, dan penyelundupan BBM. Labora membeli kayu olahan, kayu balok, kayu log, kayu bulat dari masyarakat, kios kayu, TPKT, TPK, TPT, sedangkan izin yang dikantongi di bidang perkayuan hanya izin sekunder. Seharusnya kayu yang dibeli membutuhkan izin primer. Kemudian mengekspor atau mengirim ke Surabaya menggunakan kapal angkut.

 

Selain itu Majelis menjelaskan sebagai pengendali PT SAW, Labora melakukan perniagaan BBM tanpa izin sehingga merugikan negara. Semua hasil transaksi BBM PT SAW masuk ke rekening Labora Sitorus. Berdasarkan fakta tersebut majelis mengatakan Labora sebagai pengendali PT SAW terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan kedua yakni pasal 53 huruf b UU No. 22 Tahun 2011 tentang Migas juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUH Pidana.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait