Aturan Pajak E-Commerce Masih Terus ‘Digodok’
Berita

Aturan Pajak E-Commerce Masih Terus ‘Digodok’

Disarankan RPMK tentang E-Commerce ini dilakukan uji publik agar tidak merugikan para pelaku usaha e-commerce dan pengenaan pajaknya diberlakukan secara adil.

Oleh:
CR-26
Bacaan 2 Menit
Aturan Pajak E-Commerce Masih Terus ‘Digodok’
Hukumonline

Publik pelaku usaha nampaknya masih harus menunggu lebih lama lagi mengenai aturan perpajakan sektor perdagangan berbasis digital atau e-commerce. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan sampai saat ini masih belum rampung yang rencananya bakal dituangkan dalam Rancangan Peraturan Menteri Keuangan (RPMK) ini.

Sebelumnya, pemerintah berencana menerbitkan aturan dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Tata Cara Perpajakan Pelaku Usaha Perdagangan Berbasis Elektronik (e-commerce) pada awal Februari lalu. Namun, rancangan peraturan tersebut batal diterbitkan setelah mendapat kritikan dari para pelaku usaha e-commerce. Baca juga: Pemerintah Finalisasi Aturan Pajak e-Commerce

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) Direktorat Jenderal Pajak, Hestu Yoga Saksama menjelaskan pihaknya bersama Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu saat ini masih terus memperbaiki rancangan peraturan tersebut agar penerapannya tidak memberatkan pelaku usaha.

“Aturan ini belum diselesaikan karena kemarin kami dapat berbagai masukan dari para pelaku usaha e-commerce seperti marketplace. Dengan masukan-masukan yang ada kami coba bahas lagi. Mungkin akan mengundang para pelaku itu lagi. Sementara ini belum kami keluarkan (aturannya),” kata Yoga kepada Hukumonline, Rabu (29/3/2018).

Salah satu poin yang dikritik para pelaku usaha mengenai penerapan pajak yang tidak menyasar transaksi jual beli di media sosial, seperti Facebook dan Instagram. Kondisi tersebut dikhawatirkan merugikan pelaku usaha e-commerce marketplace karena berpotensi membuat para pedagang jenis ini berpindah ke media sosial.

Para pelaku usaha juga menilai kewajiban menjadi agen penyetor pajak dan menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) virtual yang tertera dalam regulasi tersebut dapat menambah beban pekerjaan perusahaan. “Rencana kebijakan tersebut bakal meningkatkan biaya untuk kepatuhan perusahaan. Sebab, kebijakan ini  mengharuskan marketplace menjadi agen penyetor pajak. Sehingga, perusahaan harus menerbitkan faktur pajak untuk setiap transaksi di marketplace platform (sarana transaksi jual beli online).”

Hingga saat ini, pihaknya belum memutuskan skema perpajakan yang tepat di sektor ini. Dia juga belum bisa mentargetkan rampungnya pembahasan RPMK tersebut. “Sampai saat ini, kami belum bisa sampaikan bagaimana kelanjutannya. Saya juga belum bisa omongin kapan rampungnya,” kata Yoga.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait