Menimbang Perlu Tidaknya Perppu Pergantian Calon Kepala Daerah Bermasalah
Berita

Menimbang Perlu Tidaknya Perppu Pergantian Calon Kepala Daerah Bermasalah

Sebaiknya pemerintah jangan terlalu royal membuat perppu.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Wacana agar Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang mengatur pengganti calon kepala daerah bermasalah atau terjerat kasus korupsi terus bergulir. Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jimly Asshiddiqie mengatakan pemerintah jangan terlalu gampang membuat dan menerbitkan perppu.

 

"Masalah 'mentok' sedikit keluar perppu, diskusi sedikit tapi tidak ada solusi, keluarin perppu lagi. Pemerintah jangan terlalu 'royal' membuat perppu," ujar Jimly seperti dikutip Antara, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (28/3).

 

Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) itu menjelaskan perppu diterbitkan saat ada masalah genting yang membuat negara dalam keadaan darurat. "Tidak setiap waktu harus ditafsirkan sebagai keadaan darurat, ada prosedurnya sendiri," ungkap mantan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Bidang Hukum dan Ketatanegaraan pada 2009-2010 itu.

 

Terkait adanya usulan penerbitan perppu untuk mengganti calon kepala daerah yang terlibat korupsi, Jimly menilai hal tersebut belum dibutuhkan.

 

Penggantian calon kepala daerah tersangka memang tidak diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Umum, sehingga ada kekosongan hukum. Namun, menurut dia, Komisi Pemilihan Umum (KPU) memiliki kewenangan untuk membuat Peraturan KPU, yang menyatakan bahwa calon kepala daerah tersangka bisa diganti dalam pilkada.

 

"KPU bisa merumuskan penggantian calon kepala daerah itu melalui penambahan penafsiran. Yang penting aturan itu jangan melanggar undang-undang," kata Jimly.

 

Hal senada disampaikan Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani. Dia menilai pemerintah tidak perlu mengeluarkan Perppu untuk menghentikan calon kepala daerah yang terjerat kasus hukum sehingga lebih baik merevisi UU Pilkada.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait