MA Larang Buron Ajukan Praperadilan, Ini Masukan ICJR
Berita

MA Larang Buron Ajukan Praperadilan, Ini Masukan ICJR

ICJR khawatir ketidaklengkapan aturan dalam SEMA ini nantinya akan menimbulkan masalah dalam praktik peradilan. Karena itu, perlu pengaturan lebih rinci dan meluas karena banyak aspek penting lain dalam permohonan praperadilan.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung MA. Foto: ASH
Gedung MA. Foto: ASH

Belum lama ini, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan Surat Edaran MA (SEMA) No. 1 Tahun 2018 tentang Larangan Pengajuan Praperadilan Bagi Tersangka Yang Melarikan Diri Atau Sedang Dalam Status Daftar Pencarian Orang (DPO) tertanggal 23 Maret 2018. Pertimbangan terbitnya beleid ini karena praktik peradilan akhir-akhir ini ada kecenderungan tersangka dalam status DPO, tetapi saat bersamaan mengajukan praperadilan.

 

Di sisi lain, kondisi itu belum diatur peraturan perundang-undangan, sehingga perlu ada kepastian hukum dalam proses pengajuan praperadilan bagi tersangka berstatus DPO. “SEMA ini untuk mengantisipasi tersangka dengan status DPO agar tidak melarikan diri,” kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah saat dihubungi Hukumonline, Senin (2/4/2018).

 

Abdullah menjelaskan selama ini cukup banyak tersangka dan belum dilakukan penahanan, tetapi melarikan diri. Saat bersamaan, yang bersangkutan justru mengajukan praperadilan ke pengadilan. Artinya, dia lari dari tanggung jawabnya sebagai tersangka. Padahal, kewajiban tersangka untuk membuktikan dirinya tidak seperti yang disangkakan. Karenanya, otomatis haknya mengajukan praperadilan menjadi gugur.

 

“Bila masih tetap memaksakan mengajukan praperadilan, maka putusan yang menyatakan praperadilan tidak dapat diterima,” katanya.

 

SEMA No. 1 Tahun 2018 ini berisi dua poin penting. Pertama, dalam hal tersangka melarikan diri atau dalam status daftar pencarian orang (DPO), maka tidak dapat diajukan permohonan praperadilan. Kedua, jika permohonan praperadilan tersebut tetap dimohonkan oleh penasihat hukum atau keluarganya, maka hakim menjatuhkan putusan yang menyatakan permohonan praperadilan tidak dapat diterima.

 

Belum lengkap

Terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara mengapresiasi langkah MA menerbitkan SEMA No. 1 Tahun 2018 ini. Namun, pengaturan SEMA ini masih belum lengkap. “Masih diatur sedikit-sedikit, meski untuk melengkapi ketidaksempurnaan butuh pengaturan hukum acara praperadilan (yang diatur dalam UU),” kata Anggara saat dihubungi Hukumonline.

 

Dia khawatir ketidaklengkapan aturan dalam SEMA ini nantinya akan menimbulkan masalah dalam praktik peradilan. Karena itu, perlu pengaturan lebih rinci dan meluas karena banyak aspek penting lain dalam permohonan praperadilan yang perlu mendapa perhatian lebih oleh pembentuk Undang-Undang (UU).  

Tags:

Berita Terkait