Catatan Sejumlah Fraksi terhadap RUU Sumber Daya Air
Berita

Catatan Sejumlah Fraksi terhadap RUU Sumber Daya Air

Prinsipnya, penguasaan dan pengelolaan air oleh negara cq pemerintah tanpa menutup usaha-usaha air bagi perorangan atau badan usaha setelah kebutuhan masyarakat akan air sudah terpenuhi.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Setelah tiga tahun berlalu, UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK), DPR kembali berupaya “menghidupkan” kembali rumusan teranyar dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Sumber Daya Air. Kesepakatan terakhir dalam rapat Badan Legislasi (Baleg), RUU tentang Sumber Daya Air yang dinisiasi Komisi V DPR ini disepakati dalam rapat paripurna untuk segera dibahas.   

 

Seluruh fraksi secara keseluruhan menyampaikan persetujuannya, sehingga draf RUU ini bisa diajukan ke paripurna yang akan datang dan dibahas ke tingkat 1 sesuai tata tertib,” ujar Wakil Ketua Baleg Totok Darmanto saat memimpin rapat Baleg di Gedung DPR, Selasa (3/4) kemarin. Baca Juga: Tok! 50 RUU Prolegnas 2018 Resmi Ditetapkan, Ini Daftarnya

 

Dalam pandangan mini fraksi, memang masing-masing memiliki catatan terhadap substansi draf RUU Sumber Daya Air ini. Karenanya, nantinya dalam pembahasan di tingkat I bakal diperdalam. Yang pasti, RUU tentang Sumber Daya Air mesti diparipurnakan terlebih dahulu kemudian diserahkan ke pemerintah dan membuat Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).

 

Anggota Baleg dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) ini prinsipnya menyetujui untuk segera dibahas dengan tiga catatan. Pertama, RUU tentang Sumber Daya Air memang sudah mengatur permasalahan konservasi. Namun sayangnya hanya dilakukan di tingkat pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah tanpa melibatkan masyarakat dan pihak swasta dalam rangka pengusahaan air melalui peraturan (teknis).

 

Kedua, negara harus menjamin masyarakat atas hak air dan mudah mengakses air sebanyak-banyaknya. Ketiga, setiap pengusahaan air tidak boleh mengganggu kebutuhan masyarakat. Sebaliknya, pengusahaan air harus diperuntukan pemenuhan kebutuhan masyarakat dan pertanian. “Jika sudah terpenuhi kebutuhan masyarakat, barulah digunakan untuk hal-lain lain,” pintanya.

 

Anggota Baleg dari Fraksi Hanura, Rufinus Hotmaulana Hutauruk punya pandangan lain. Menurutnya, setelah RUU tersebut disahkan menjadi UU, mesti disusun dan dibuat Peraturan Pemerintah (PP) tentang Sumber Daya Air. Selain itu, RUU Sumber Daya Air mesti mampu mengharmonisasikan UU lain yang terkait. Tak kalah penting, penguatan kewenangan pengelolaan sumber daya air kepada pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana dalam draf Bab IV RUU.

 

“Perlu definisi UU Sumber Daya Air yang jelas. Konteks Pasal 41, kriterianya masih kurang jelas,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait