Waspada! Modus Perdagangan Orang Berkedok Magang Kerja
Berita

Waspada! Modus Perdagangan Orang Berkedok Magang Kerja

​​​​​​​Untuk penegakan hukum tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang melibatkan anak, aparat harus menggunakan Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Posisi anak sangat rentan terjerat sindikat perdagangan orang, bukan hanya sebagai korban, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat ada anak yang tidak sadar menjadi perekrut. Ketua KPAI, Susanto, mengatakan dalam 2 tahun terakhir kejahatan yang menyasar anak cenderung meningkat dan modusnya beragam. Bahkan dalam kasus perdagangan orang ada modus baru yaitu magang kerja, selama ini kedoknya umroh, bekerja, beasiswa, perkawinan dan wisata.

 

"KPAI memberi atensi terhadap modus baru human trafficking ini yakni iming-iming magang kerja ke luar negeri," kata Susanto dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (3/4).

 

Komisioner KPAI bidang trafficking dan eksploitasi anak, Ai Maryati Solihah, mencatat awal tahun 2018 ada 8 anak korban trafficking, 13 kasus eksploitasi seks komersial anak, 9 prostitusi anak, dan 2 kasus eksploitasi ekonomi. Melansir data Bareskrim Polri periode 2011-2017 ada 422 kasus anak korban trafficking dengan modus tertinggi eksploitasi seksual. International Organization of Migration (IOM) menghitung periode 2005-2017 sebanyak 8.876 korban perdagangan orang dan 1.155 dari jumlah itu merupakan anak.

 

Sejak 2017 KPAI memantau terjadi berbagai kasus perdagangan orang yang mendapat perhatian publik seperti kasus anak yang dijual kepada warga negara asing (WNA) di Jakarta. Ironisnya dalam kasus itu perekrutnya berusia anak. Ada remaja yang kabur dari perusahaan hiburan yang awalnya menjanjikan pekerjaan pramusaji tapi praktiknya melayani pria hidung belang di Jakarta. Sekarang, ada modus baru yaitu penawaran magang palsu ke Sekolah Menengah Kejujuran (SMK) untuk bekerja ke luar negeri seperti Malaysia.

 

Pelajar yang menerima tawaran magang itu pergi ke luar negeri dengan visa kunjungan, mereka dipekerjakan dalam kondisi kerja yang eksploitatif, jam kerja 18 jam, upah rendah dan ketika sakit upahnya dipotong. KPAI mencatat pelajar yang jadi korban perdagangan orang berkedok magang itu mencapai ratusan, berasal dari SMK di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

 

Menurut DP3AKB Jawa Tengah, Ai mengatakan, 52 korban dari SMK di Kendal Jawa Tengah kasusnya masuk proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Untuk program magang palsu ke Malaysia, kasusnya juga berproses hukum. di Malaysia dengan terdakwa Direktur PT Sofia. "Penegakan hukum harus dilakukan untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan memberi keadilan bagi korban," katanya.

 

Jika perkaranya melibatkan anak Ai menekankan aparat penegak hukum perlu memperhatikan UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Hak-hak anak harus dipenuhi, misalnya ditahan di tempat khusus, terpisah dari tahanan orang dewasa. Tantangan yang biasanya dihadapi aparat dalam menangani kasus perdagangan orang yakni dalam mengusut aktornya. Selama ini yang dijerat kebanyakan pelaku lapangan. Kemudian, korban sukit mendapat restitusi yang besarannya ideal.

Tags:

Berita Terkait