Ombudsman Temukan Maladministrasi dalam Penerbitan SHM dan SHG Pulau Pari
Berita

Ombudsman Temukan Maladministrasi dalam Penerbitan SHM dan SHG Pulau Pari

Kantor Pertanahan dinilai mengabaikan perlindungan kepentingan umum dalam pemanfaatan ruang.

Oleh:
Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ombudsman beserta pejabat Kementerian ATR/BPN dan Wakil Gubernur DKI Jakarta dalam konperensi pers di Jakarta, Senin (09/4). Foto: DAN
Ombudsman beserta pejabat Kementerian ATR/BPN dan Wakil Gubernur DKI Jakarta dalam konperensi pers di Jakarta, Senin (09/4). Foto: DAN

Ombudsman Republik Indonesia menyerahkan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) terkait pengaduan masyarakat Pulau Pari yang diwakili oleh Forum Peduli Pulau Pari. Masyarakat mengadu lantaran menduga ada kejanggalan dalam penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 210 dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) No. 9 tahun 2015 di salah satu pulau wilayah administratif Kepulauan Seribu, DKI Jakarta itu. Masyarakat mengadukan Kantor Pertanahan Jakarta Utara, Pemprov DKI Jakarta, dan PT Buni Pari Asi.

 

Setelah melakukan kajian, Ombudsman menemukan dugaan maladministrasi dalam penerbitan sertifikat tanah tersebut. “Dari kesesuaian-kesesuaian dokumen, kemudian berita acara aktivitas pengukuran dan lain sebagainya, Ombudsman melihat adanya beberapa hal yang kita sebut dengan maladministrasi,” ujar Anggota Ombudsman, Alamsyah Saragih kepada wartawan sesaat setelah menyerahkan LAHP kepada para pihak di Kantor Ombudsman, kawasan Rasuna Said Jakarta, Senin (9/4).

 

Alamsyah menyebutkan, dugaan maladministrasi dalam proses penerbitan SHM muncul karena dalam SHM Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara tidak memberitahukan terlebih dahulu kepada warga sebelum pengukuran dilakukan. Warga yang tanahnya berbatasan dengan tanah yang diukur tidak mengetahui aktivitas pengukuran.

 

(Baca juga: ORI Terbitkan Rekomendasi Kawasan Batam-Bintan-Karimun)

 

Ombudsman menilai, pendaftaran tanah di Pulau Pari telah dilakukan secara sporadik atas permohonan yang berkepentingan. Berdasarkan hasil pemeriksaan dan hasil investigasi lapangan tim Ombudsman, warga yang berbatasan dengan objek SHM tidak mengetahui kedatangan petugas ukur sehingga tidak menandatangani atau tidak memberikan persetujuan batas bidang-bidang tanah yang diukur.

 

Dalam ringkasan dokumen LAHP yang diterima hukumonline disebutkan, tindakan petugas ukur tersebut dikualifikasikan sebagai tindakan atau perbuatan penyompangan terhadap prosedur yang telah diatur dalam ketentuan pasal 18 ayat (1) sampai (4) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

 

Berdasarkan hasil pemeriksaan Ombudsman, Kantor Pertanahan Jakarta Utara tidak mengumumkan hasil pengukuran dan peta bidang-bidang tanah sehingga warga tidak mengetahui atau tidak memiliki kesempatan untuk melakukan keberatan terhadap hasil pengukuran dan peta bidang-bidang tanah. Tidak adanya pengumuman pendaftaran tanah merupakan penyimpangan terhadap prosedur yang diatur dalam ketentuan Pasal 26 ayat (1) sampai (3) PP Pendaftaran Tanah.

 

Berdasarkan ketentuan Pasal 6 UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Pasal 13 ayat (2) UUPA juga mengharuskan Pemerintah mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan agraria dari organisasi dan perseorangan yang bersifat monopoli swasta. Merujuk pada ketentuan ini, Ombudsman berpendapat bahwa telah terjadi monopoli dalam penguasaan hak atas tanah di Pulau Pari oleh sejumlah pihak swasta.

Tags:

Berita Terkait