Meski Telah Kirim SP II, Pemerintah Diyakini Tak Berani Blokir Facebook
Berita

Meski Telah Kirim SP II, Pemerintah Diyakini Tak Berani Blokir Facebook

Posisi Indonesia lemah karena secara infrastruktur tidak memiliki alternatif pengganti media sosial lokal. Berbeda dengan Cina yang memblokir Facebook, Google, dan WhatsApp, sudah menyiapkan aplikasi alternatif, seperti QQ, Weibo, dan WeChat.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Sumber: Facebook.com
Sumber: Facebook.com

Pakar keamanan siber Pratama Persadha mengatakan bahwa dirinya tidak yakin pemerintah memblokir Facebook karena pemakai media sosial ini di Indonesia mencapai 130 juta pengguna. Menurut Pratama, ada risiko tersendiri bila pemerintah memblokir Facebook. Bahkan, risikonya bisa melebar ke politik dan menimbulkan ketidakstabilan di Tanah Air.

 

"Kalau Facebook masih ngeyel terus, menurut saya perlu blokir. Akan tetapi perlu punya solusi pengganti," kata Pratama yang juga Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi atau Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) menjawab pertanyan Antara di Semarang, Kamis (12/4).

 

Wacana pemblokiran Facebook itu terkait dengan dugaan pencurian data oleh Cambridge Analytica terhadap 87 juta data pengguna FB di dunia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.096.666 di antaranya adalah warganet (netizen) Indonesia.

 

Pratama berpendapat bahwa posisi Indonesia lemah karena secara infrastruktur tidak memiliki alternatif pengganti media sosial lokal. Berbeda dengan Cina yang memblokir Facebook, Google, dan WhatsApp, sudah menyiapkan aplikasi alternatif, seperti QQ, Weibo, dan WeChat.

 

Hal itu mengingat media sosial sudah berkembang lebih dari sekadar tempat bertemu kawan lama, akan tetapi sudah lebih jauh menjadi tempat mencari nafkah bagi banyak orang. Bahkan, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) relatif banyak menggunakan Facebook untuk sarana promosi mereka.

 

"Ini yang seharusnya menjadi pelajaran agar dalam beberapa waktu ke depan pemerintah bisa melihat ini sebagai prioritas untuk membangun platform media sosial maupun layanan internet lainnya," kata Pratama.

 

Menurut dia, kasus kebocoran data pemakai Facebook ini juga terjadi di platform lain dengan jumlah berbeda, bisa lebih kecil atau banyak. "Masalah privasi di negeri kita juga perlu mendapatkan payung hukum lewat Undang-Undang Perlidungan Data Pribadi. Hal ini juga harus diselesaikan pemerintah," kata Pratama yang pernah bertugas sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Pengamanan Sinyal Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg).

Tags:

Berita Terkait