Ajaran Kausalitas Penting Dipahami Aparat Penegak Hukum
Berita

Ajaran Kausalitas Penting Dipahami Aparat Penegak Hukum

Kausalitas juga bicara tentang derajat kesalahan pelaku.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Diskusi sekaligus peluncuran buku karya Ahmad Sofian (kiri) di LBH Jakarta, Kamis (12/4). Foto: MYS
Diskusi sekaligus peluncuran buku karya Ahmad Sofian (kiri) di LBH Jakarta, Kamis (12/4). Foto: MYS

Setiap kali terjadi kasus pembunuhan, aparat penegak hukum dituntut untuk menangkap pelaku dan mengungkap motif tindakan pelaku. Penegak hukum, khususnya polisi, harus bekerja keras mengolah tempat kejadian perkara, mencari bukti-bukti, dan seterusnya menangkap pelaku. Tetapi yang tak kalah penting adalah memastikan sebab meninggalkan korban, apakah akibat tindakan pelaku atau ada sebab lain di luar tindakan pelaku, atau ada rangkaian hubungan sebab akibat perbuatan pelaku dengan meninggalnya korban.

Hubungan sebab akibat dalam suatu tindak pidana, atau lazim disebut ajaran kausalitas, sangat penting dipahami seluruh aparat penegak hukum. Sebab, aparat yang memproses suatu tindak pidana perlu mengetahui penyebab terjadinya suatu akibat tindak pidana. Akibat itu adalah suatu unsur delik materiil. Apalagi aparat penegak hukum yang menangani kasus pembunuhan.

Pentingnya pemahaman aparat penegak hukum itu mengemuka dalam diskusi sekaligus peluncuran buku ‘Ajaran Kausalitas Hukum Pidana’ di kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Kamis (12/4). Ahmad Sofian, penulis buku ini, misalnya, telah mengkaji 600-an putusan pengadilan yang berkaitan dengan kausalitas, dan menemukan fakta perbedaan pandangan jaksa dan hakim dalam memahami dan menerapkan ajaran kausalitas berdasarkan teori yang berkembang.

(Baca juga: Ajaran Kausalitas Sulit dan Menantang).

Salah satu putusan pengadilan yang memperlihatkan pentingnya ajaran kausalitas bisa dilihat dari putusan No. 144/Pid. B/2011/PN.LT tanggal 13 Juni 2011. Majelis mempertimbangkan doktrin, bahwa suatu tindak pidana pembunuhan merupakan delik materiil. Artinya, untuk memenuhi unsur dengan sempurna harus memperhatikan adanya akibat tertentu yang ditimbulkan dari perbuatan yang dilakukan terdakwa. Akibat dimaksud adalah harus ada orang yang terbunuh atau kehilangan nyawa. Setelah itu harus pula dibuktikan perbuatan yang dilakukan terdakwa, perbuatan tersebut mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain, dan hubungan kausalitas (causal verband) antara perbuatan terdakwa dan akibat hilangnya nyawa korban.

Dijelaskan Sofian, untuk menentukan sebab yang menimbulkan akibat suatu tindak pidana tidak sesederhana yang dibayangkan. Banyak faktor yang mempengaruhi. Suatu peristiwa yang terjadi selalu didahului oleh serangkaian tindakan (perbuatan) yang berakhir dengan terwujudnya peristiwa itu. Dalam teori pidana bahkan berkembang pemikiran agar faktor-faktor ini dipertimbangkan secara komprehensif oleh aparat penegak hukum. Penting untuk mengetahui hubungan  antara satu perbuatan dengan perbuatan lain yang menimbulkan akibat, dan menentukan perbuatan mana yang menimbulkan akibat yang dilarang.

Kurangnya pemahaman aparat penegak hukum dapat dipahami karena KUHP tak mengatur kausalitas. Mau tidak mau aparat penegak hukum lebih banyak memahaminya dari doktrin yang berkembang. Kesalahan pemahaman bisa menyebabkan ketidakjelasan peran seseorang dalam penyebab terjadinya akibat yang dilarang. Apalagi, kausalitas bukan hanya bisa digunakan pada kasus pembunuhan, tetapi juga tindak pidana lain seperti kejahatan lingkungan yang bersifat materiil.

Pengajar hukum pidana Universitas Indonesia, Eva Achjani Zulfa, mengatakan kausalitas bukan semata mencari sebab (causa) dari akibat suatu tindak pidana, tetapi juga mencari derajat kesalahan. “Kausalitas juga bicara tentang derajat kesalahan,” ujarnya di acara yang sama.

Tags:

Berita Terkait