Dua Isu Penting dalam Revisi UU Ketenagakerjaan
Berita

Dua Isu Penting dalam Revisi UU Ketenagakerjaan

Outsourcing dan pesangon kerap menjadi persoalan yang dihadapi pekerja dan pengusaha.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Demo buruh di Jakarta. Foto: RES
Demo buruh di Jakarta. Foto: RES

Wacana revisi UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sudah bergulir sejak lama. Setiap rencana itu digulirkan, sering menimbulkan gejolak di masyarakat terutama penolakan dari kalangan buruh. Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dhakiri, menilai buruh dan pengusaha menginginkan sejumlah ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan itu dibenahi. Harapan itu juga tak jauh beda dengan pemerintah.

Menurut Hanif bidang ketenagakerjaan butuh reformasi menyeluruh, salah satu tujuannya agar Indonesia memiliki pekerja berketerampilan di atas standar dengan jumlah yang besar. Saat ini jumlah angkatan kerja di Indonesia sekitar 128 juta orang dan 60 persennya lulusan SD sampai SMP. Mayoritas angkatan kerja itu memiliki keterampilan tergolong menengah ke bawah. Padahal yang perlu diperbanyak saat ini tenaga kerja dengan pengetahuan dan keterampilan menengah ke atas.

Revisi UU Ketenagakerjaan dilakukan sebagai upaya untuk menggulirkan reformasi itu. Hanif menyebut butuh terobosan untuk menjawab tantangan ketenagakerjaan yang berkembang sekarang. Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional (LKS Tripnas) yang terdiri dari unsur pekerja, pengusaha, dan pemerintah telah menyepakati revisi UU Ketenagakerjaan menjadi salah satu agenda kerja.

Arah menuju revisi UU Ketenagakerjaan itu menurut Hanif masih berproses. Pemerintah menjalin dialog dengan berbagai pemangku kepentingan untuk mencari solusi atas berbagai isu ketenagakerjaan. Pendekatan yang dilakukan mengutamakan solusi yang sifatnya win-win atau tidak ada pihak yang dirugikan.

Hanif mencatat sedikitnya ada dua isu yang selama ini jadi persoalan bagi buruh dan pengusaha yaitu penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain atau dikenal dengan istilah outsourcing dan pesangon. “Problem konvensional yang selama ini menjadi diskusi kalangan buruh dan pengusaha itu harus dicari jalan keluarnya,” kata Hanif kepada wartawan di Jakarta, Rabu (11/4).

Tapi Hanif tidak mau menjelaskan lebih banyak mengenai perkembangan revisi UU Ketenagakerjaan karena saat ini masih di bahas dengan pemangku kepentingan termasuk di LKS Tripnas. Menurutnya proses revisi UU Ketenagakerjaan masih panjang, intinya ke depan Indonesia butuh ekosistem ketenagakerjaan yang lebih baik. Jumlah pekerja dengan keterampilan yang berkualitas tinggi harus didorong agar lebih banyak dan tersebar merata di seluruh daerah.

Selain itu Hanif menekankan iklim hubungan industrial yang kondusif harus tercipta agar setiap orang bisa mendapat kesempatan untuk meningkatkan dan memperbarui keterampilannya. Sehingga mampu untuk terus bekerja sampai pensiun. Selaras itu kesempatan kerja terus ditingkatkan baik jumlah dan kualitasnya.

Tags:

Berita Terkait