Koalisi Anti Mafia Tambang: Tolak Gugatan Terhadap Ahli Perhitungan Kerugian Negara
Berita

Koalisi Anti Mafia Tambang: Tolak Gugatan Terhadap Ahli Perhitungan Kerugian Negara

Pasal 66 UU tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan, Setiap orang yang memperjuangkan hak lingkungan hidup yang baik dan sehat yang didasarkan iktikad baik tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata”.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Basuki Wasis, ahli yang diajukan oleh KPK dalam menghitung Kerugian Negara dalam dampak lingkungan, digugat mantan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam, yang divonis 12 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor. Foto: ICW
Basuki Wasis, ahli yang diajukan oleh KPK dalam menghitung Kerugian Negara dalam dampak lingkungan, digugat mantan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam, yang divonis 12 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor. Foto: ICW

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) akhirnya memvonis mantan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam 12 tahun penjara. Hakim juga mewajibkan Nur Alam membayar denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, Nur Alam diharuskan membayar uang pengganti Rp2,7 miliar. Namun perkara ini belum berhenti. Selain mengajukan banding, dia juga menggugat secara perdata kepada Basuki Wasis, ahli yang diajukan oleh KPK dalam menghitung kerugian negara dalam dampak lingkungan.

 

Basuki Wasis adalah dosen IPB dan ahli perhitungan kerugian dampak lingkungan. Dirinya diminta oleh KPK untuk menjadi ahli dalam perkara korupsi Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi PT Anugerah Harisma Barakah (AHB) dengan terdakwa Nur Alam.

 

Basuki Wasis mengungkapkan bahwa perkara korupsi ini mengakibatkan kerugian negara yang berasal dari musnahnya atau berkurangnya ekologis/lingkungan pada lokasi tambang di Pulau Kabaena sebesar Rp2.728.745.136.000. Keterangan Ahli inilah kemudian, yang menjadi dasar bagi Nur Alam untuk mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Cibinong.    

 

Selain meminta kesaksian ahli Basuki Wasis, KPK juga meminta BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) untuk melakukan perhitungan kerugian negara. BPKP berkeyakinan bahwa perkara ini telah menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp1.596.385.454.137. Sehingga, jika dihitung secara keseluruhan, kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp4.325.130.590.137.

 

Dalam siaran pers yang diterima hukumonline, Senin (16/4), Koalisi Anti Mafia Tambang yang terdiri dari YLBHI - ICW - WALHI - FWI - ICEL - JIKALAHARI - TII – SENARAI – JATAM menyatakan sangat mendukung prinsip penghitungan kerugian lingkungan dalam kasus-kasus korupsi di sektor sumber daya alam.

 

Menurut koalisi, jika melihat sejarah penanganan perkara di KPK kasus ini merupakan kasus dengan nilai kerugian Negara terbesar yang ditangani sepanjang tahun 2018. Meskipun di hakim di pengadilan Tipikor hanya mempertimbangkan kerugian Negara yang dihitung oleh BPKP, kasus ini merupakan capaian prestasi KPK.

 

“Vonis terhadap Nur Alam menjadi catatan bahwa ini merupakan pertama kalinya, KPK menangani korupsi tambang dengan menggunakan delik kerugian dampak lingkungan,” kata Muhamad Isnur perwakilan koalisi dari YLBHI.   

Tags:

Berita Terkait