Apindo: Bisnis Outsourcing Berkontribusi Memperluas Lapangan Kerja
Berita

Apindo: Bisnis Outsourcing Berkontribusi Memperluas Lapangan Kerja

Pemerintah diharapkan menerbitkan kebijakan yang mendukung pelaksanaan bisnis outsourcing. Pengusaha wajib menghormati seluruh hak normatif pekerja.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Demo serikat pekerja di depan KPK beberapa waktu lalu. Foto: RES
Demo serikat pekerja di depan KPK beberapa waktu lalu. Foto: RES

Polemik praktik penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain atau dikenal dengan istilah outsourcing tak kunjung tuntas. Sebagian serikat buruh menuntut pemerintah menghapus outsourcing karena praktiknya selama ini dianggap merugikan buruh. Sebaliknya, kalangan pengusaha menilai outsourcing berkontribusi positif terhadap perluasan lapangan kerja di Indonesia, tapi kebijakan yang berlaku sekarang dirasa tidak berpihak terhadap bisnis outsourcing.

 

Ketua Umum DPN Apindo, Hariyadi B Sukamdani, menyebut kalangan dunia usaha menyesalkan kebijakan pemerintah yang membatasi outsourcing untuk penyedia jasa pekerja hanya untuk 5 jenis pekerjaan. Kelima jenis pekerjaan itu meliputi usaha kebersihan (cleaning service), penyediaan makanan bagi buruh (catering), tenaga pengaman (security), pertambangan dan perminyakan, dan penyedia angkutan bagi buruh.

 

Menurut Hariyadi pembatasan itu membuat kesempatan masyarakat untuk mengakses pekerjaan menjadi sempit. Citra masyarakat saat ini terhadap praktik outsourcing terlanjur negatif karena ada oknum manajemen perusahaan outsourcing yang tidak mematuhi ketentuan ketenagakerjaan sehingga hak-hak pekerja terabaikan.

 

(Baca juga: Persoalan Outsourcing di BUMN Belum Tuntas)

 

Hariyadi menekankan perusahaan outsourcing harus tunduk kepada aturan yang berlaku terutama pemenuhan hak normatif pekerja. Menurutnya tidak ada yang salah dalam bisnis outsourcing. Praktik outsourcing selama ini sudah digunakan oleh banyak perusahaan karena mereka tidak bisa menghasilkan sebuah produk tanpa mengalihkan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain. Misalnya, pabrik mobil, dia akan melempar sebagian pekerjaan untuk dikerjakan perusahaan lain.

 

Bagi Hariyadi penolakan terhadap praktik outsourcing sebagaimana diusulkan sebagian serikat buruh sudah tidak tepat. Tantangan yang perlu dicari solusinya sekarang yakni bagaimana mempersempit kesenjangan antara jumlah angkatan kerja dengan ketersediaan lapangan kerja yang jaraknya semakin lebar.

 

Hariyadi sepakat untuk memberi tindakan tegas terhadap manajemen perusahaan yang tidak menghormati hak-hak pekerjah. Misalnya, ada perusahaan yang merekrut pekerja outsourcing dengan mekanisme kontrak sampai puluhan tahun, padahal secara normatif itu dilarang. “Hak normatif pekerja kita junjung tinggi, tapi jangan salah tafsir sehingga menutup peluang terciptanya lapangan kerja,” katanya dalam diskusi di Jakarta, Rabu (18/4).

 

Menurut Hariyadi sebagian investasi yang masuk ke Indonesia sifatnya padat modal, sehingga penyerapan tenaga kerjanya kurang masif. Kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan juga tinggi, padahal mayoritas angkatan kerja di Indonesia berpendidikan SD sampai SMP. Oleh karenanya perusahaan outsourcing sangat dibutuhkan agar mereka bisa terserap pasar kerja. “Bisnis alih daya membuka peluang bagi mereka agar keterampilannya bisa diasah,” tukasnya.

Tags:

Berita Terkait