Muji Kartika Rahayu: ‘Bunga’ yang Tumbuh di Cadasnya Batu Aktivisme
Srikandi Hukum 2018

Muji Kartika Rahayu: ‘Bunga’ yang Tumbuh di Cadasnya Batu Aktivisme

Yang sulit itu kan menghadapi manusia yang mentalnya lebih rendah daripada masalahnya. Bagaimana kita mau menyelesaikan kasusnya sedang dia lebih rendah dari kasusnya.

Oleh:
M Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Muji Kartika Rahayu. Foto: RES
Muji Kartika Rahayu. Foto: RES

“Orang menyuap Hakim dan Jaksa itu menurut saya pengecut karena dia tidak sanggup masuk ke perdebatan hukum yang substantif.” Demikian Muji Kartika Rahayu kepada hukumonline saat diminta merefleksikan pandangannya melihat dunia advokat dan praktik  di sekitar profesi ini. Tentu ini hanya satu bagian dari sekian banyak cara orang mendefinisikan profesi advokat.

 

Perempuan yang kerap disapa Kanti ini begitu kritis menyampaikan pandangannya saat ditanya mengenai harapan terhadap dunia hukum dan profesi advokat. Bukan tidak beralasan, Kanti muda mengawali karir di dunia advokat dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya pos Malang. Tempat yang sama di mana aktivis Hak Asasi Manusia, Munir Said Thalib  tumbuh dan mengkonsep gagasan-gagasan kritisnya terhadap HAM dan ketidakadilan sosial.

 

Ditemui di tengah kesibukannya bersidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (20/3), Kanti sedikit menggali pengalaman masa kecilnya untuk menemukan di mana benih-benih sikap kritis tumbuh dalam dirinya. “Bibit-bibit pemberontakan sejak kecil sudah ada,” ujarnya.

 

Perempuan kelahiran Blitar ini sejak kecil telah menunjukkan ketidaksepakatannya terhadap budaya patriarki yang berlaku di lingkungan tempat ia tumbuh. “Ibu memperlakukan kakak saya yang laki-laki lebih istimewa dari pada anak-anak perempuan, ya saya protes. Kenapa bapak disebut dengan bapaknya anak laki-laki? Menurut saya itu nggak benar.”

 

Hal ini terus terbawa ke bangku sekolah. Kanti menunjukkan ketidaksetujuannya dengan metode mengajar guru ketika menyuruh seisi kelas untuk mengerjakan Lembar Kerja Siswa (LKS). Menurut Kanti kecil, cara demikian tidaklah tepat karena hanya menghabiskan waktu.

 

‘Berkah’ Susah Bangun Pagi

Kanti mengawali karir di dunia advokat saat menempuh mata kuliah magang Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang. Bermula dari magang inilah Kanti menjadikan LBH Surabaya sebagai tempat beraktivitas sehari-hari selain kuliah. Alasan Kanti bertahan awalnya sederhana, “aku malas bangun pagi.”

 

Ia membayangkan jika tidak berprofesi sebagai advokat, opsinya adalah bekerja kantoran dengan ritme kerja yang monoton. Ia memilih LBH sebagai tempat berlabuh untuk menghindari kesulitan mencari pekerjaan. Pilihan ini menjadikan Kanti tidak pernah memiliki pengalaman melamar pekerjaan. “Ijazahku itu tidak pernah kupakai sama sekali,” ujar Kanti.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait