Tio Serepina Siahaan: Srikandi yang Bercerita tentang Guru dan Dunia Litigasi
Srikandi Hukum 2018

Tio Serepina Siahaan: Srikandi yang Bercerita tentang Guru dan Dunia Litigasi

Seorang perempuan berpikir bijaksana, membawa kelembutan dalam bertugas. Dengan kelembutan, seorang srikandi hukum bisa menghadapi persoalan rumit sekalipun.

Oleh:
Fitri N Heriani
Bacaan 2 Menit
Tio Serepina Siahaan. Foto: Istimewa
Tio Serepina Siahaan. Foto: Istimewa

Begitu lulus dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia tahun 1993, tak ada keinginan untuk menjalankan profesi advokat bagi Tio Serepina Siahaan. Advokat menjadi pilihan banyak teman kuliahnya saat itu. Tetapi tidak bagi perempuan berdarah Batak ini. Sejak awal ia justru berkeinginan menjadi seorang guru, mengabdi kepada negara sebagai pendidik.

 

Cita-cita menjadi seorang pendidik itu diceritakan kembali Tio Serepina dalam perbincangan yang hangat dengan jurnalis hukumonline di kantornya, akhir Maret lalu. Perempuan kelahiran 18 Desember ini tak hanya bercerita tentang cita-cita masa kecilnya, tetapi juga pilihan pengabdian yang terus dijalaninya hingga kini.

 

Meskipun cita-cita menjadi pendidik tak kesampaian, keinginannya mengabdi kepada negara tetap terwujud. Malah akhirnya Tio harus terjun ke dunia litigasi, dunia yang tak diimpikannya seusai lulus kuliah. Dengan jabatan Kepala Biro Bantuan Hukum Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan, mau tidak mau Tio berhadapan dengan kasus-kasus di pengadilan. “Ada kurang lebih 200-an perkara yang masuk Biro Bantuan Hukum (Kementerian Keuangan) setiap tahun,” ujarnya.

 

Perjalanan Tio di bidang hukum dan menjadi pegawai negeri di Kementerian Keuangan bukanlah kebetulan. Adalah wejangan sang ayah yang membuat Tio pindah haluan. Menurut sang ayah, Tio punya jiwa kepemimpinan, adil, dan tegas sehingga cocok bekerja di bidang hukum. “Kamu itu orangnya adil, kata Bapak begitu, enggak mau membeda-bedakan, yang bener ya bener. Bapak yang mengarahkan ke hukum, bapak emang idealismenya tinggi,” kenang perempuan kelahiran Jakarta ini.

 

Tio kemudian mengikuti saran sang ayah. Pada tahun 1987, Tio tercatat sebagai mahasiswa FHUI. Ia menyelesaikan studinya pada tahun 1993. Tio mengatakan, kuliahnya molor lantaran harus mengurus ayah yang pada saat itu tengah sakit. Ibunya juga dalam proses penyembuhan di Papua.

 

“Saya sempat tidak yakin bisa menyelesaikan studi saya saat itu karena mengurus ayah yang dalam kondisi sakit. Tapi support dari teman-teman yang membantu saya, akhirnya studi saya selesai,” ungkapnya.

 

Baca:

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait