Hakim Tak Permasalahkan Rekaman Johannes Marliem
Berita

Hakim Tak Permasalahkan Rekaman Johannes Marliem

Karena alat bukti rekaman Johannes Marliem bukanlah satu-satunya alat bukti untuk menjerat Novanto.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Terdakwa Setya Novanto saat mengikuti persidangan kasus korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto RES
Terdakwa Setya Novanto saat mengikuti persidangan kasus korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto RES

Majelis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menyatakan Setya Novanto terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP). Ia dianggap menyalahgunakan kewenangan dan melanggar Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

Karenanya, Majelis menjatuhkan pidana penjara selama 15 tahun dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan. Selain itu, ia dijatuhi pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar US$7,3 juta dikurangi Rp5 miliar yang telah ia kembalikan. Jika tak mampu membayar, maka harta bendanya disita untuk menutupinya. Atau apabila tidak cukup, maka diganti pidana selama 2 tahun penjara.

 

"Mencabut hak terdakwa menduduki jabatan publik selama 5 tahun setelah menjalani hukuman pidana (bebas)," kata Ketua Majelis Hakim Yanto saat membacakan putusan Setya Novanto, Selasa (24/4/2018). Baca Juga: Hukuman Maksimal Setya Novanto

 

Hakim menganggap alat bukti yang disampaikan KPK di persidangan dianggap relevan baik surat maupun keterangan para saksi. Dalam proses sidang, penuntut umum menampilkan alat bukti rekaman. Rekaman inilah yang sempat dipermasalahkan Novanto maupun kuasa hukumnya.

 

Dalam pertimbangannya, Majelis tidak mempermasalahkan alat bukti berupa rekaman pernyataan Johannes Marliem yang dijadikan KPK sebagai alat bukti meskipun pemeriksaannya dilakukan oleh FBI. Karena itu, anggota majelis hakim Anwar menganggap pembelaan kuasa hukum Novanto itu haruslah ditolak.

 

Alasan Majelis alat bukti rekaman bukan satu-satunya alat bukti yang diajukan jaksa, tapi didukung alat bukti lainnya. “Di persidangan diputarkan pula pembicaraan Anang dan Johannes Marliem dan didengar Anang, sehingga pembelaan tidak punya alasan hukum dan harus ditolak," kata Anwar.

 

Oleh karena nota pembelaan ditolak, maka seluruh unsur yang ada dalam surat dakwaan kedua yang disusun secara alternatif dianggap terbukti dalam persidangan. Yakni Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Tags:

Berita Terkait