Sejumlah Persoalan Ini Pengaruhi Kualitas Penyelesaian Sengketa Perdata
Utama

Sejumlah Persoalan Ini Pengaruhi Kualitas Penyelesaian Sengketa Perdata

Mulai biaya persidangan yang terbilang mahal, lamanya proses persidangan, sengketa perdata yang berujung pidana, hingga aturan hukum yang masih mengacu HIR yang dibuat 1848 yang seharusnya diperbarui.

Oleh:
CR-26
Bacaan 2 Menit
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly (kedua kanan) menerima plakat dari Senior Partner AHP Ahmad Fikri Assegaf disaksikan Senior Partner AHP lain Chandra M. Hamzah usai acara diskusi di Jakarta, Selasa (24/4). Foto: RES
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly (kedua kanan) menerima plakat dari Senior Partner AHP Ahmad Fikri Assegaf disaksikan Senior Partner AHP lain Chandra M. Hamzah usai acara diskusi di Jakarta, Selasa (24/4). Foto: RES

Meningkatnya kegiatan bisnis masyarakat berdampak terhadap semakin tingginya potensi risiko sengketa hukum bidang perdata di pengadilan. Selain itu, penegakan hukum yang tegas tentunya akan berdampak positif terhadap iklim kegiatan bisnis di Indonesia. Sayangnya, kondisi tersebut tidak diimbangi dengan penerapan hukum perdata dalam sistem peradilan di Indonesia yang belum optimal.

 

Namun, salah satu faktor yang menghambat penegakan hukum dalam sistem peradilan perdata disebabkan mahalnya biaya perkara yang ditanggung penggugat. Bahkan, terkadang tingginya biaya persidangan diperkirakan hampir sama dengan nilai perkara yang digugat. Data World Bank menyebutkan total biaya perkara perdata pada 2018 mencapai 74 persen dari nilai gugatan.

 

“Artinya, orang harus mengeluarkan biaya hampir setara dengan nilai ekonomi yang akan didapat jika memenangi sengketa bisnis,” kata Senior Partner Assegaf, Hamzah & Partners (AHP), Chandra M Hamzah saat dijumpai Hukumonline dalam acara seminar bertajuk “Revitalisasi Hukum dan Penyelesaian Sengketa untuk Perbaikan Iklim Usaha” di Four Season Hotel, Jakarta, Selasa (24/3/2018). Baca Juga: Penyederhanaan Izin Usaha Masih Sulit Diterapkan, In Sebabnya

 

Chandra yang sering menangani perkara perdata menegaskan biaya persidangan perdata pernah melebihi dari nilai gugatan. “Data angka pada 2018 itu sebenarnya telah membaik dibandingkan biaya proses perkara perdata pada 2017 yang mencapai 118 persen, tetapi tetap saja biaya ini masih lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain,” kata dia.

 

Seperti diketahui, ketentuan mengenai biaya persidangan perkara perdata diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Biaya Proses Penyelesaian Perkara dan Pengelolaannya pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya.

 

Berikut tarif biaya perkara perdata sesuai Pasal 2 Perma No. 3 Tahun 2012:

1. Kasasi perkara perdata, perdata agama dan TUN sebesar Rp 500 ribu.

2. PK perkara perdata, perdata agama dan TUN sebesar Rp 2,5 juta.

3. Kasasi perkara perdata niaga sebesar Rp 5 juta

4. PK perkara perdata niaga Rp 10 juta.

5. Kasasi perkara pengadilan hubungan industrial (PHI) dengan nilai di atas Rp 150 juta sebesar Rp 500 ribu. 

6. Peninjauan Kembali (PK) perkara pengadilan hubungan industrial (PHI) dengan nilai di atas Rp 150 juta sebesar Rp 2,5 juta.

7. Biaya uji materil peraturan di bawah UU sebesar Rp 1 juta.

 

Selain biaya persidangan, Chandra menjelaskan penggugat juga harus mengeluarkan biaya untuk menyewa jasa pengacara hingga pemeriksaan perkara. Menurutnya, komponen biaya tersebut memiliki kontribusi paling besar atau pengaruh terhadap kualitas penyelesaian sengketa perkara perdata. “Ada satu perkara yang kami harus kumpulkan bukti-bukti yang tersebar di seluruh Indonesia. Kami harus travelling, mendatangkan saksi, hingga menemukan bukti dan dokumen yang lama hingga uji lab untuk suatu perkara tertentu,” kata Chandra.

Tags:

Berita Terkait