Dua Prinsip Ini Masih Diabaikan Industri Jasa Keuangan
Utama

Dua Prinsip Ini Masih Diabaikan Industri Jasa Keuangan

OJK menganggap penerapan prinsip transparansi dan keterbukaan informasi produk keuangan dinilai masih rendah. Padahal, sebenarnya penerapan kedua prinsip itu berdampak positif terhadap kepercayaan konsumen terhadap industri jasa keuangan.

Oleh:
CR-26
Bacaan 2 Menit
Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Sarjito saat menyampaikan paparan mengenai transparansi dan keterbukaan informasi produk jasa keuangan dalam seminar
Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Sarjito saat menyampaikan paparan mengenai transparansi dan keterbukaan informasi produk jasa keuangan dalam seminar "Transparansi dan Disclosure Sektor Jasa Keuangan di Indonesia: Praktik Saat Ini vs International Best Practices" di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Kamis (26/4/). Foto: CR-26

Penerapan prinsip transparansi dan disclosure (keterbukaan) informasi produk jasa keuangan kepada konsumen dinilai masih lemah dan menjadi sorotan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Meski telah diatur, pelaku usaha jasa keuangan kerap tidak terbuka secara penuh menjelaskan kepada konsumen mengenai keuntungan dan risiko dari produk yang ditawarkan.

 

Berdasarkan data OJK, rendahnya penerapan kedua prinsip tersebut, bahkan terjadi pada semua industri jasa keuangan seperti perbankan, asuransi, lembaga pembiayaan, pasar modal, dana pensiun hingga pegadaian. Sektor perbankan menjadi paling sering dilaporkan konsumen kepada OJK.

 

Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Sarjito mengingatkan pelaku usaha seharusnya memberi penjelasan secara utuh mengenai produknya kepada konsumen. Namun, praktiknya pelaku usaha kerap memberi informasi yang tidak utuh, sehingga membingungkan konsumen. Padahal, hal tersebut sangat perlu agar konsumen mengerti mengenai profit dan risiko yang diperoleh saat membeli produk tersebut.

 

“Penjelasan dari agen sangat minim, sehingga konsumen tidak menerima informasi penuh dari produk yang ditawarkan,” kata Sarjito saat dijumpai dalam seminar bertajuk “Transparansi dan Disclosure Sektor Jasa Keuangan di Indonesia: Praktik Saat Ini vs Internasional Best Practices” di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Kamis (26/4/2018). Baca juga: Asosiasi Fintech Susun Pedoman Teknis Demi Lindungi Konsumen

 

Salah satu contoh yang sering kerap ditemui adalah penawaran kartu kredit yang menawarkan bunga ringan bahkan 0 persen. Padahal, kata Sarjito, di balik penawaran tersebut, terdapat biaya-biaya lain atau hidden fee and charge yang harus ditanggung konsumen. Misalnya, konsumen harus membayar denda saat kewajiban pembayaran kartu kredit tersebut telah melewati jatuh tempo.

 

Contoh lain, ungkap Sarjito, masih banyak masyarakat tidak memahami dengan benar jenis-jenis produk asuransi, seperti unit link. Menurutnya, mayoritas nasabah beranggapan unit link merupakan produk asuransi yang juga memiliki manfaat sebagai investasi dengan bunga tetap. Padahal, produk unit link memiliki karakteristik imbal hasil yang fluktuatif. “Masih banyak masyarakat tidak mengetahui hal tersebut akibat minimnya informasi yang diberikan pelaku usaha jasa keuangan,” lanjutnya.

 

Saat ini, OJK juga tengah menyoroti fenomena gadai swasta yang menawarkan pencairan dana dalam waktu singkat. Padahal, kata Sarjito, penawaran produk tersebut tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. “Lihat saja di jalan-jalan banyak gadai swasta menawarkan pencairan dana dalam satu jam, padahal kenyataannya tidak demikian,” kata Sarjito.

Tags:

Berita Terkait