Pelaksanaan Perpres RANHAM Harus Fokus Wujudkan Janji Nawacita
Berita

Pelaksanaan Perpres RANHAM Harus Fokus Wujudkan Janji Nawacita

Tahun terakhir Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM) periode 2015-2019, Presiden Joko Widodo perlu turun langsung mengawasi jalannya Aksi HAM 2018-2019.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) saat mengadakan konferensi pers untuk membahas kasus teror yang dialami penyidik senior KPK, Novel Baswedan, di Jakarta, Selasa (23/5).
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) saat mengadakan konferensi pers untuk membahas kasus teror yang dialami penyidik senior KPK, Novel Baswedan, di Jakarta, Selasa (23/5).

Masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla memasuki tahun keempat. Sejumlah pihak mengingatkan agar pemerintah segera mewujudkan berbagai janji yang tertuang dalam Nawacita. Senior program officer HAM dan Demokrasi INFID, Mugiyanto, mengatakan organisasinya mengapresiasi langkah Presiden Joko Widodo yang menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 33 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Perpres No. 75 Tahun 2015 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun 2015-2019.

 

Pria yang disapa Mugi itu menyebut beleid tersebut memasukan beberapa rencana aksi baru, seperti pemahaman tentang prinsip Bisnis dan HAM, pemenuhan hak masyarakat hukum adat, penyandang disabilitas dan ratifikasi Konvensi Menentang Penghilangan Paksa. Tapi rencana aksi yang akan dilaksanakan pada tahun terakhir periode RANHAM ini terlihat minimalis dan pesimis. “Jauh dari usaha untuk memenuhi agenda dan janji-janji Presiden Jokowi di bidang HAM sebagaimana tertuang dalam Nawacita,” katanya dalam keterangan pers di Jakarta, Senin (30/4).

 

(Baca juga: Jokowi Teken Perpres RANHAM 2015-2019)

 

Mugi menghitung RANHAM 2015-2019 terdiri dari 6 strategi dan 46 aksi. Aksi itu melibatkan hampir seluruh kementerian, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Tapi melihat kriteria dan ukuran keberhasilan yang digunakan untuk menilai pelaksanaan Aksi HAM, bisa dibilang RANHAM perubahan ini belum sejalan dengan Nawacita.

 

Misalnya, Aksi No. 45 Lampiran Perpres RANHAM berbunyi ‘optimalisasi koordinasi penanganan dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu’ dengan kriteria dan ukuran keberhasilan ‘meningkatnya koordinasi dalam upaya penanganan dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu’ serta ‘terlaksananya koordinasi upaya penanganan dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu.’ Padahal Nawacita menyatakan berkomitmen menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu secara berkeadilan.

 

Terkait isu Bisnis dan HAM, Mugi melihat pada Aksi No.14 Lampiran Perpres menyebut rencana aksi yang akan dilakukan yaitu ‘peningkatan pemahaman pemangku kepentingan terkait isu Bisnis dan HAM.’ Ukuran keberhasilannya ‘tersedianya panduan mengenai isu Bisnis dan Ham dan ‘diseminasi panduan mengenai isu Bisnis dan HAM.’

 

(Baca juga: Inilah 31 Prinsip dalam Panduan Bisnis dan HAM)

 

Infid mengapresiasi rencana aksi tersebut dan berharap pemerintah melibatkan semua pemangku kepentingan, terutama masyarakat terdampak (korban) atau berpotensi terdampak kegiatan bisnis. Mugi mengusulkan pemerintah untuk menyusun rencana aksi khusus terkait isu Bisnis dan HAM melalui RAN Bisnis dan HAM.

 

Aksi No.3 Lampiran Perpres menjelaskan ‘pembahasan ratifikasi Konvensi Menentang Penghilangan Paksa’ dengan kriteria dan ukuran keberhasilan ‘terlaksananya pembahasan antara pemangku kepentingan terkait Konvensi Menentang Penghilangan Paksa,’ serta ‘terlaksananya diskusi antar lembaga, diskusi publik dan penyusunan rancangan naskah akademik ratifikasi.’ Mugi menilai ini rencana aksi yang mundur karena tahun 2013 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah menyerahkan draft ratifikasi ke DPR, tapi ditolak sejumlah fraksi sehingga membuat proses ratifikasi tidak berjalan.

Tags:

Berita Terkait