Kala RKUHP Belum Lindungi Kelompok Rentan
Utama

Kala RKUHP Belum Lindungi Kelompok Rentan

Mulai kaum perempuan, penyandang disabilitas, tenaga kesehatan, hingga disorientasi seksual yang berpotensi dikriminalisasi.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Para narasumber seminar nasional bertema “Pengarusutamaan Perlindungan Khusus terhadap Kelompok Rentan dalam Pembaharuan Hukum Pidana” di Jakarta, Kamis (3/5).  Foto: RFQ
Para narasumber seminar nasional bertema “Pengarusutamaan Perlindungan Khusus terhadap Kelompok Rentan dalam Pembaharuan Hukum Pidana” di Jakarta, Kamis (3/5). Foto: RFQ

Materi muatan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) terus mendapat sorotan. Meski pembahasan pasal per pasal lebih dari 90 persen rampung, namun masih saja ada celah yang mengandung persoalan dan perlu dipertimbangkan sebagai masukan. Salah satunya, substansi RKUHP dinilai belum memberikan perlindungan optimal terhadap kelompok masyarakat yang rentan dipidanakan (kriminalisasi).     

 

Dosen Kriminologi Universitas Indonesia Ni Made Martini Putri menuturkan rumusan pasal-pasal dalam RKUHP ada beberapa kelompok rentan yang potensial dipidanakan yakni perempuan, orang yang mengungsi, penyandang disabilitas, dan petugas kesehatan.

 

“Karena yang bisa masuk penjara kelompok-kelompok ini,” ujar Ni Made Martini Putri saat berbicara dalam seminar nasional bertema “Pengarusutamaan Perlindungan Khusus terhadap Kelompok Rentan dalam Pembaharuan Hukum Pidana” di Jakarta, Kamis (3/5/2018). Baca Juga: Dilema Ketika Pengesahan RKUHP Jadi UU Hukum Pidana Nasional

 

Putri merujuk Pasal  437 RKUHP yang menyebutkan, “Setiap orang yang tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang‑undangan yang berlaku untuk melaporkan kepada pejabat yang berwenang tentang kelahiran, perkawinan, perceraian, atau kematian dipidana dengan pidana denda paling banyak Kategori II.”

 

Dia menilai rumusan pasal tersebut dapat menjebloskan kelompok rentan dalam penjara. Misalnya, kelahiran seorang anak yang belum dilaporkan ke dinas kependudukan dan catatan sipil dan belum mengurus akta kelahiran, boleh jadi orang tuanya bakal dipidana. Padahal, faktanya, banyak anak yang tidak memiliki akses untuk mendapatkan pelayanan kependudukan yang memadai dari negara.

 

“Orang tuanya terkendala akses mengurus akta kelahiran karena bisa saja orang tua belum mendapat e-KTP. Ini akibat perangkat pelayanan administrasi kependudukan yang tidak maksimal,” kata dia.  

 

Begitu pula ketika ada pasangan suami-istri yang bercerai, tetapi tidak melaporkan bakal berujung pidana. Sebab, terhadap pasangan yang bercerai mesti mengantongi akta cerai. Persoalannya, mengurus proses perceraian membutuhkan biaya. Sedangkan setiap pasangan yang bercerai belum tentu memiliki kemampuan untuk membiayai perceraian. Lagi-lagi, pihak perempuan menjadi kelompok yang rentan menjadi korban.

Tags:

Berita Terkait