Begini Cara Syafruddin Diduga Perkaya Sjamsul Nursalim Rp4,58 triliun
Utama

Begini Cara Syafruddin Diduga Perkaya Sjamsul Nursalim Rp4,58 triliun

​​​​​​​Syafruddin didakwa bersama-sama Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim melakukan korupsi yang diduga merugikan negara Rp4,58 triliun

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Syafruddin Arsyad Tumenggung (rompi oranye). Foto: RES
Syafruddin Arsyad Tumenggung (rompi oranye). Foto: RES

Syafruddin Arsyad Tumenggung didakwa melakukan perbuatan melawan hukum berupa tindak pidana korupsi dengan memperkaya Sjamsul Nursalim sebesar Rp4,58 triliun. Perbuatan ini dilakukan pada saat dirinya menjabat sebagai Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) kurun waktu 2002 hingga 2004.

 

Dugaan perbuatan korupsi ini tidak dilakukan sendiri, tetapi bersama dengan mantan Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti serta pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim. Akibatnya, negara dirugikan sebesar Rp4,58 triliun. 

 

"Terdakwa selaku Ketua BPPN melakukan penghapusan piutang Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) kepada petani tambak (petambak) yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM) ," kata penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Haerudin di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/5).

 

Mulanya BPPN melalui Tim Aset Manajemen Investasi (AMI) dibantu oleh Financial Advisor (FA) yaitu J.P Morgan, Lehman Brothers, PT Danareksa dan PT Bahana membuat neraca penutupan BDNI. Bank ini atas SK Ketua BPPN Nomor 3 dan 43 Tahun 1998 diketahui telah ditetapkan sebagai Bank Take Over (BTO) dan Bank Beku Operasi (BBO).

 

Selain itu BPPN juga melakukan negosiasi dengan Pemegang Saham Pengendali (PSP) Sjamsul Nursalim dalam rangka menentukan Jumlah Kewajiban Pemegang Saham (JKPS) dengan rumus jumlah kewajiban dikurangi jumlah aktiva/aset.

 

"Maka disepakati jumlah kewajiban sebesar Rp47,258 triliun dikurangi jumlah aset sebesar Rp18,85 triliun sehingga besar JKPS adalah sejumlah Rp28,408 triliun," jelas Haerudin. 

 

Jumlah aset yang dijaminkan sebesar Rp18,85 triliun terdiri dari kas dan ekuivalen sebesar Rp1,3 triliun, pinjaman kepada petani tambak sebesar Rp4,8 triliun, subsider aktiva tetap sebesar Rp4,6 triliun dan pinjaman pihak lain sebesar Rp8,15 triliun. Nah, salah satu aset yaitu pinjaman kepada petambak inilah yang belakangan bermasalah. 

Tags:

Berita Terkait