Pemprov DKI Jakarta Diminta Batalkan Rencana Naikan Pajak Penerangan Jalan
Berita

Pemprov DKI Jakarta Diminta Batalkan Rencana Naikan Pajak Penerangan Jalan

Kenaikkan tarif pajak penerangan jalan DKI diusulkan menjadi 10 persen. Namun, rencana tersebut dinilai memberatkan masyarakat Jakarta dan tidak sesuai dengan kebijakan pemerintah pusat.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Pemprov DKI Jakarta Diminta Batalkan Rencana Naikan Pajak Penerangan Jalan
Hukumonline

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana menaikkan tarif pajak penerangan jalan (PPJ) sebagai upaya meningkatkan penerimaan daerah. Tarif yang diusulkan Pemprov Jakarta kepada DPRD Jakarta meningkat dari sebesar 3 persen menjadi maksimal 10 persen. Namun, rencana kenaikan tarif PPJ tersebut menuai protes salah satunya dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

 

Ketua YLKI, Tulus Ikhsan Bangun menilai bila dilihat dari sudut regulasi tentang Pajak dan Retribusi Daerah, kenaikan tarif PPJ tersebut tidak ada yang dilanggar. Namun, kebijakan tersebut perlu ditolak karena sangat membebani masyarakat sebagai penanggung pajak. Dia juga mengatakan kenaikan tarif PPJ tidak seiring dengan kebijakan pemerintah pusat yang menyatakan tidak ada kenaikan tarif listrik hingga 2019 mendatang.

 

“Dan ini tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat yang menetapkan bahwa tahun ini  tidak akan ada kenaikan tarif listrik, bahkan sampai 2019. Apalah artinya tidak ada kenaikan tarif listrik, tetapi Pajak Penerangan Jalan dinaikkan dengan signifikan,” kata Tulus dalam keterangan persnya, Rabu (16/5/2018). Baca Juga: Telah Terbit, PP Soal Ketentuan Umum dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah

 

Selain itu, rencana kenaikan tarif PPJ menjadi 10 persen juga dinilai terlalu tinggi. Tulus menjelaskan memang dibandingkan dengan daerah lain, tarif PPJ Jakarta saat ini masih terbilang rendah. Namun, menurut Tulus, Jakarta memiliki beberapa sumber pendapatan asli daerah (PAD) yang lain, sehingga kenaikan tarif PPJ tidak perlu dilakukan.

 

“DKI Jakarta punya sumber-sumber pendapatan pajak lain yang lebih signifikan perannya, misalnya Pajak Kendaraan Bermotor. Ini menunjukkan Pemprov DKI rakus terhadap pajak. Kalau daerah lain, yang sumber PAD-nya kecil, adalah pantas menerapkan Pajak Penerangan Jalan antara 9-10 persen. Bahkan di sebuah kabupaten di NTT, tidak ada Pajak Penerangan Jalan,” kata Tulus.

 

Selain itu, kenaikan tarif PPJ tersebut juga dikhawatirkan memicu konflik antara konsumen dengan PT PLN yang bertindak sebagai pemungut pajak. Menurut Tulus, mayoritas masyarakat tidak mengetahui bahwa pungutan pajak tersebut nantinya disetorkan PLN kepada Pemprov Jakarta.

 

Sebagai jalan keluar, Pemprov Jakarta diimbau mencari energi alternatif yang lebih murah dan mudah diterapkan penggunaannya. “Seharusnya PJU (penerangan jalan umum) di Jakarta menggunakan sumber energi baru terbarukan, misalnya surya panel. Kami meminta Pemprov DKI Jakarta tidak menaikkan Pajak Penerangan Jalan karena akan membebani tagihan listrik konsumen dan tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat,” tegasnya.

Tags:

Berita Terkait