Mengkonstruksikan Terorisme untuk Merumuskan Terorisme
Kolom

Mengkonstruksikan Terorisme untuk Merumuskan Terorisme

​​​​​​​Mendefinisikan terorisme adalah amat penting karena terorisme menimbulkan risiko yang besar terhadap masyarakat.

Bacaan 2 Menit
Heru Susetyo. Foto: Istimewa
Heru Susetyo. Foto: Istimewa

Pasca kerusuhan yang diakibatkan napi teroris di Mako Brimob Depok yang berlanjut dengan serangan terorisme di Surabaya, Sidoarjo dan Riau pada minggu kedua dan ketiga Mei 2018 ini, muncul desakan kuat untuk menyegerakan revisi UU Anti Terorisme atau melahirkan Perppu Anti Terorisme sebagai pengganti UU Anti Terorisme lawas yang sudah berusia 16 tahun sejak lahirnya Perppu No. 1/ 2002 pasca kejadian bom Bali tahun 2012.

 

Banyak pihak meyakini bahwa UU Terorisme yang lebih tegas dan komprehensif, yang memberikan peran lebih besar kepada aparat penegak hukum dalam semua tahapan, termasuk tahapan pencegahan terorisme, juga memberikan perlindungan terhadap hak korban yang lebih luas dan perluasan peran TNI dalam pemberantasan terorisme, adalah jawaban manjur untuk tindakan-tindakan kontra terorisme dan program deradikalisasi yang telah dilaksanakan selama ini.

 

Bisa jadi keyakinan tersebut benar adanya. Namun satu persoalan yang belum tuntas sampai saat ini adalah, belum ada titik temu dari berbagi pemangku kepentingan dan pembuat hukum di Indonesia tentang apa itu terorisme dan konstruksi terorisme seperti apa yang disepakati bersama untuk dijadikan acuan dalam UU Anti Terorisme.

 

Kesulitan mengkonstruksi dan mendefinisikan terorisme ini tidak hanya dialami Indonesia.  Hampir semua negara mengalaminya. Terorisme adalah suatu kejahatan yang amat serius.  Semua orang sepakat akan hal ini. Terorisme wajib diperangi dan diberantas. Semua orang juga sepakat. Terorisme membunuh orang tak bersalah dan menciptakan teror dan ketakutan. Tak ada yang menolak pernyataan ini. Namun ketika ditanyakan, apa itu terorisme? Para sarjana dan setiap negara bisa berpendapat berbeda-beda.

 

Terorisme adalah suatu terminologi yang subyektif dan penuh pertentangan. Tak ada definisi universal tentang terorisme. Schmid dan Jongman (1988) menemukan 109 definisi terorisme dan sekitar 22 elemen dari terorisme pada definisi-definisi tersebut. Walter Laqueur (1999) menyebutkan ada 100 definisi terorisme di mana dari serangkaian definisi tersebut hanya dua elemen yang sama yaitu: terorisme melibatkan kekerasan dan menciptakan teror.

 

Sementara itu Kumar & Mandal (2012) menyebutkan bahwa hanya ada empat elemen yang sama dari definisi-definisi terorisme, antara lain: (1) terorisme adalah suatu tindak kekerasan; (2) dilakukan dengan sengaja; (3) target utamanya adalah warga sipil tak bersenjat; dan (4) motif utamanya adalah menciptakan ketakutan.

 

Perbedaan definisi tentang terorisme ini adalah juga tak lepas dari perbedaan persepsi pembuat hukum, penentu kebijakan dan penegak hukum terhadap terorisme. Karena,  walaupun definisi terorisme terserak dalam begitu banyak perundang-undangan di level nasional (misalnya pada Perppu No. 1 tahun 2002) maupun internasional, tetap saja definisi dan elemen-elemennya lahir dari konstruksi sosial (socially constructed) para pembuat hukum.

Tags:

Berita Terkait