​​​​​​​Bolehkah Lembur di Hari Istirahat Mingguan atau Hari Libur Resmi? (Bagian I dari III) Oleh: Umar Kasim*)
Kolom

​​​​​​​Bolehkah Lembur di Hari Istirahat Mingguan atau Hari Libur Resmi? (Bagian I dari III) Oleh: Umar Kasim*)

​​​​​​​Untuk menjawabnya, perlu dikaji beberapa peraturan perundang-undangan, konsepsi (pendapat) atau sumber hukum lainnya yang dapat menjadi dasar untuk menjawab dan menjelaskannya permasalahan tersebut.

Bacaan 2 Menit
Umar Kasim
Umar Kasim

Pendahuluan

Lembur (overtime) yang sering juga disebut sebagai kerja lembur atau bekerja lembur, adalah salah satu alternatif cara yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan target product (capaian pekerjaan) atau pekerjaan pesanan (order) yang bertimbun-timbun di perusahaan[1], terlebih jika target pekerjaan atau order dimaksud harus segera diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.

 

Dalam peraturan perundang-undangan, telah diatur alternatif (pilihan/opsi) pola waktu kerja dan waktu istirahat (WKWI) untuk pelaksanaan pekerjaan (secara normal) di perusahaan. Namun pada waktu-waktu tertentu, atau pada suatu keadaan dan situasi tertentu, dan pada kondisi-kondisi tertentu, penerapan pola WKWI (normal) tidak dapat mengejar target pekerjaan atau order yang ditentukan, sehingga perlu tambahan waktu kerja lembur (bekerja lembur) untuk menyelesaikannya.

 

Terkait dengan hal tersebut, undang-undang telah memberikan solusi, membolehkan bekerja lembur melebihi waktu kerja (normal) yang ditentukan. Walaupun faktanya (terkadang) waktu kerja (normal) yang tersedia, ditambah waktu kerja lembur (yang ditentukan), belum juga memadai dan tidak dapat memenuhi capaian target pekerjaan atau order yang diharapkan.

 

Terutama jika waktu kerja pada suatu periode mingguan (sepekan) sering terdapat hari libur resmi (HLR), atau HLR yang berdempetan dengan hari istirahat mingguan (HIM) dari masing-masing si buruh, dan juga terdapat hari “kejepit“ nasional (harpitnas­), serta ditambah lagi misalnya jika ada buruh yang mengambil hak cuti bersama, maka akan semakin mengganggu kalender kerja produksi (working calender) yang sudah dijadwalkan.

 

Terlebih jika ada (beberapa) pekerja atau buruh yang sedang mengambil (menjalankan) hak cuti atau istirahat tahunan dan/atau istirahat lainnya (termasuk cuti hamil dan melahirkan khusus bagi perempuan atau ibu-ibu), maka akan semakin menambah deretan panjang tunggakan pelaksanaan pekerjaan atau order yang bertimbun-timbun di perusahaan.

 

Permasalahnnya, bolehkan bekerja lembur di hari istirahat mingguan dan/atau di hari libur resmi? Untuk menjawab permasalahan ini, tentu kita perlu mengkaji dan menelaah beberapa peraturan perundang-undangan, konsepsi (pendapat) atau sumber hukum lainnya yang dapat menjadi dasar untuk menjawab dan menjelaskannya permasalahan tersebut.

 

ANALISIS

  1. Waktu Kerja Normal

Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian awal, bahwa dalam peraturan perundang-undangan telah diatur ketentuan waktu kerja dan waktu istirahat (WKWI) untuk pelaksanaan pekerjaan (order) di perusahaan. 

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait