Alasan Masa Penahanan di UU Anti Terorisme Membengkak Hingga 60 Persen
Utama

Alasan Masa Penahanan di UU Anti Terorisme Membengkak Hingga 60 Persen

Jangka waktu penahanan terbilang cukup fantastis, yakni selama 290 hari. Bahkan dalam draft awal RUU Anti Terorisme ini dianggarkan jangka waktu penahanan hingga 450 hari.

Oleh:
Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Dari Kiri: Redaktur Pelaksana D-Inside Amal Ihsan, Tenaga Ahli DPR Andri Gunawan S, Deputi Direktur Indonesian Legal Roundtable Erwin Natosmal Oemar saat menjadi panelis dalam Talks Hukumonline, acara ini dipandu oleh Pemimpin Redaksi Hukumonline.com Fathan Qorib. Foto: RES
Dari Kiri: Redaktur Pelaksana D-Inside Amal Ihsan, Tenaga Ahli DPR Andri Gunawan S, Deputi Direktur Indonesian Legal Roundtable Erwin Natosmal Oemar saat menjadi panelis dalam Talks Hukumonline, acara ini dipandu oleh Pemimpin Redaksi Hukumonline.com Fathan Qorib. Foto: RES

Proses legislasi RUU Anti Terorisme yang disetujui DPR, Jumat (25/5), sangat menyita perhatian publik. Tenaga ahli anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP Arsul Sani, Andri Gunawan, menyebut dalam proses legislasi RUU ini adalah RUU yang paling banyak mendapat masukan dan aspirasi dari beragam kepentingan, baik dalam Rapat Kerja (Raker), Rapat Dengar Pendapat (RDP), Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dan sebagainya.

 

Salah satu topik krusial yang hangat diperbincangkan publik maupun pengamat adalah soal jangka waktu penahanan yang terbilang cukup fantastis, yakni selama 290 hari (9 bulan 20 hari) yang diatur dalam pasal 25 RUU Anti Terorisme, bahkan dalam draft awal RUU Anti Terorisme ini dianggarkan jangka waktu penahanan hingga 450 hari.

 

Deputi Direktur Indonesian Legal Roundtable (ILR), Erwin Natosmal Oemar, menyebut ini sebagai pembengkakan jangka waktu penahanan dari tahap penyidikan hingga penuntutan yang mencapai 60% dibandingkan dengan aturan sebelumnya yakni selama 180 hari atau 6 bulan (lihat Pasal 25 ayat (2) UU No. 15 Tahun 2003 yang mengesahkan Perppu No. 1 Tahun 2002). Bahkan menurut Erwin, belum ada pertimbangan akademik pemerintah yang cukup matang terkait bagaimana merumuskan angka-angka ini.

 

“Sampai saat ini belum ada argumentasi akademik yang cukup bisa diterima terkait dari mana angka-angka ini bisa keluar. Karena dari beberapa kasus yang kita temukan, tidak ada proses evaluasi,” tukas Erwin dalam Talks Hukumonline bertajuk Urgensi UU Anti Terorisme dan Implikasinya Bagi Stabilitas Hukum dan Politik di Indonesia, Rabu, (30/5).

 

(Baca Juga: Akhirnya, DPR Setujui RUU Anti-Terorisme Jadi UU)

 

Berikut rangkuman hukumonline soal perbandingan jangka waktu penahanan dalam UU No. 15 Tahun 2003 tentang penetapan Perppu No 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU vsRUU Terorisme yang baru disetujui DPR RI.

Hukumonline.com

Saat dimintai keterangan oleh hukumonline soal ‘asbabun nuzul’ keluarnya angka ini, Andri menjelaskan pada mulanya pihak DPR juga mempertanyakan hal yang sama kepada pemerintah, hingga akhirnya BNPT dan instansi lainnya mempresentasikan perihal berapa lama kemampuan dan kapasitas mereka untuk melakukan pemeriksaan, membuat BAP, melengkapi alat bukti dan saksi-saksi hingga membongkar jaringan terorisme.

 

(Baca Juga: Begini “Cacat” Definisi Terorisme yang Disepakati DPR)

 

Bahkan waktu itu, kata Andri, DPR sudah meminta kepada pemerintah untuk membedakan antara penyadapan dalam konteks intelijen dengan konteks penegakan hukum. Bila penyadapan dalam konteks intelijen itu sudah diatur dalam aturan tersendiri dan sudah ada mekanisme check and balances yang mengatur soal itu. Sedangkan dalam konteks penegakan hukum kita bisa menganalogikan dengan bagaimana ketika perpanjangan masa penahan itu diterapkan dalam konteks tindak pidana korupsi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait