​​​​​​​Jalan Panjang Menembus Batas Usia Menuju Pelaminan
Hukum Perkawinan Kontemporer

​​​​​​​Jalan Panjang Menembus Batas Usia Menuju Pelaminan

Permohonan dispensasi perkawinan umumnya diterima hakim. Perubahan batas minimal usia perkawinan dinyatakan sebagai open legal policy. Kini, terbuka peluang.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Kisah anak Sekolah Dasar menghamili seorang siswi Sekolah Menengah Pertama di Tulungagung, Jawa Timur, segera saja menjadi viral. Betapa tidak, usia keduanya baru tiga belas tahunan. Kehamilan siswi membuat masalah ini menjadi rumit, sehingga diperlukan solusi cepat. Perkawinan keduanya adalah opsi yang ditempuh meskipun Komisi Perlindungan Anak menganggap perkawinan itu belum tentu solusi terbaik.

 

April lalu, di Bantaeng Sulawesi Selatan juga berlangsung pernikahan pasangan yang masih duduk di bangku SMP. Seperti pernikahan dini lainnya, perkawinan antara pelajar yang masih kategori anak itu menuai perdebatan. Mereka dianggap belum layaknya menikah karena ketidakmatangan fisik dan psikis. Perkawinan dan proses berkeluarga yang timbul kemudian tak semudah membalik telapak tangan.

 

Sebenarnya, perkawinan dini bukan kali ini saja terjadi. Ini salah satu realitas yang dihadapi Pemerintah. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memperkirakan 4,8 persen dari jumlah perkawinan di Indonesia dilakukan anak berusia 10-14 tahun. Di beberapa daerah, angka pernikahan dini justru sangat signifikan.

 

Hasil survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012 menunjukkan tren kenaikan jumlah perkawinan anak dibandingkan lima tahun sebelumnya. Perempuan berusia 15-19 tahun yang menikah di perkotaan meningkat dari 26 persen dari total populasi kelompok usia ini pada tahun 2007 mengalami peningkatan menjadi 32 persen pada tahun 2012. Di pedesaan, angkanya justru turun dari  61 persen menjadi 58 persen dalam periode yang sama. Namun secara umum, prosentase perkawinan ini cukup mengkhawatirkan.

 

Baca juga:

 

Hukum Indonesia memang memungkinkan pernikahan perempuan yang telah berusia 16 tahun. Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menegaskan perkawinan hanya diizinkan jika pihak laki-laki sudah berumur 19 tahun dan pihak perempuan sudah berumur 16 tahun. Pejabat pemerintah, demikian Pasal 16 UU yang sama, berkewajiban mencegah perkawinan yang melanggar ketentuan batas minimal usia tadi.

 

Meskipun sudah memenuhi syarat usia berdasarkan UU Perkawinan, perkawinan yang dilaksanakan pasangan yang masih berusia 16-17 tahun masih dianggap perkawinan anak-anak berdasarkan Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child). Berdasarkan Konvensi ini setiap orang yang masih berusia di bawah 18 tahun dikategorikan sebagai anak. Perkawinan di bawah usia 18 tahun dikategorikan sebagai perkawinan anak, dan perbuatan ini salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan. Konvensi ini sudah diratifikasi Indonesia melalui Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait