Problematika Poligami Tanpa Izin  
Hukum Perkawinan Kontemporer

Problematika Poligami Tanpa Izin  

Sejumlah masalah bisa timbul akibat poligami tanpa izin seperti keabsahan perkawinan, gugatan pembatalan perkawinan, perceraian, pembagian harta gono gini, hak waris jika suaminya meninggal, bahkan bisa berujung pidana.    

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Berbicara praktik poligami di Indonesia seolah tidak akan pernah habis-habisnya menarik untuk diperbincangkan. Sebab, sebagian kalangan menganggap hal yang tabu ketika membicarakan praktik poligami, sehingga menolak praktik beristri lebih dari satu ini lantaran menganggap sebagai perilaku yang kurang baik. Padahal, baik dari hukum Islam dan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan membolehkan praktik poligami ini dengan sejumlah persyaratan.

 

Peristiwa teranyar, mungkin kita ingat kabar yang baru-baru ini viral mengenai seorang pengusaha asal Cirebon yang menggelar resepsi pernikahan dengan tiga wanita sekaligus. Belakangan diketahui, pengusaha itu bernama Erwin yang telah lebih dulu menikahi dua wanita, kemudian menikah lagi dengan istri ketiga yang pada 2017 lalu berusia 18 tahun.

 

Secara normatif, perkawinan di Indonesia menganut prinsip monogami. Artinya, seorang pria hanya diperkenankan memiliki satu orang istri atau sebaliknya. Hal ini ditegaskan Pasal 3 ayat (1) UU Perkawinan yang menyebutkan “pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.”

 

Akan tetapi, seperti disebutkan Pasal 4 UU Perkawinan, Pengadilan dapat memberi izin atau mengabulkan permohonan seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan dengan kondisi. Pertama, istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri. Kedua, istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Ketiga, istri tidak dapat melahirkan keturunan.  Baca Juga: Punya Dua Istri, Bagaimana Pembuatan Kartu Keluarganya?

 

Sesuai Pasal 5 UU Perkawinan, syarat utama berpoligami yaitu adanya persetujuan dari istri/istri-istri; adanya kepastian suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anaknya; dan jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya. Lalu, bagaimana jika poligami dilakukan tanpa izin istri/istri-istri? Apakah diperbolehkan?

 

Dalam Pasal 5 ayat (2) UU Perkawinan disebutkan persetujuan istri/istri-istrinya tidak diperlukan jika istri/istri-istrinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari istrinya selama sekurang-kurangnya 2 tahun, atau karena sebab-sebab lain yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan.

 

Secara teknis, tata cara permohonan izin poligami melalui Pengadilan diatur dalam Pasal 40-44 PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Perkawinan. Apabila Pengadilan berpendapat cukup alasan bagi pemohon untuk beristri lebih dari seorang, maka Pengadilan memberikan putusannya berupa izin untuk beristeri lebih dari seorang atau ditolak jika tidak cukup alasan. Di luar itu, tidak ada aturan hukum atau sanksi yang tegas jika seorang suami berpoligami tanpa persetujuan istri/istri-istrinya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait