​​​​​​​Jalan Terjal  Mantan Narapidana Korupsi Melenggang ke Parlemen Oleh: Reda Manthovani*)
Kolom

​​​​​​​Jalan Terjal  Mantan Narapidana Korupsi Melenggang ke Parlemen Oleh: Reda Manthovani*)

​​​​​​​Pengaturannya larangan pencalegan bagi eks terpidana tiga jenis kejahatan diubah posisinya menjadi di Pasal 4 ayat (3). Uji materi menjadi mekanisme yang mesti dilalui agar menjadi jalan agar dapat mencalonkan menjadi anggota dewan.

Bacaan 2 Menit
Reda Manthovani. Foto: dokumen pribadi
Reda Manthovani. Foto: dokumen pribadi

Resmi sudah Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu menetapkan Peraturan KPU No.20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dalam Pemilu 2019. Malahan, Peraturan KPU 20/2018 tersebut akhirnya diundangkan melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) meskipun ‘drama’ tarik ulur penerbitan peraturan tersebut antara pemerintah, DPR, Bawaslu dengan KPU tak dapat dihindarkan.

 

Perdebatan melanggar tidaknya Peraturan KPU tersebut terhadap UU di atasnya pun menjadi ranah Mahkamah Agung untuk menentukannya. Setidaknya, jalan terjal bagi mantan narapidana korupsi mesti dilalui. Uji materi terhadap keberadaan Peratuan KPU tersebut menjadi jalan yang mesti dilalui ke Mahkamah Agung. Peraturan KPU 20/2018 menabrak UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum boleh jadi menjadi dalil argumentasi para pemohon  uji materi terhadap aturan tersebut.

 

Menariknya, berdasarkan Peraturan KPU 20/2018 yang termuat dalam laman kpu.go.id pengaturan  larangan eks napi nyaleg diubah yang awalnya di Pasal 7 ayat (1) huruf h menjadi Pasal 4 ayat (3). Selain itu larangan pencalonan eks narapidana tiga jenis kejahatan luar biasa itu diakomodir dalam pakta integritas yang mesti ditandatangani para pimpinan partai politik.

 

Terlepas itu, sebelumnya pengaturan larangan mantan narapida kasus korupsi diatur dalam Bagian Ketiga tentang Persyaratan Bakal Calon. Pasal 7 ayat (1) huruf h menyebutkan, “Bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota adalah Warga Negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan : h). Bukan mantan terpidana Bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak atau korupsi”.

 

Merisik perjalanan Peraturan KPU 20/2018, memang terbilang menarik. Sebab, pengaturan larangan eks narapidana kasus korupsi secara etika moral dapat dibenarkan. Walhasil, kalangan masyarakat sipil peduli pemilu yang bersih dan pegiat anti korupsi, hingga KPK pun mendukung penuh aturan tersebut. Meski suara di parlemen terpecah, setidaknya masih  terdapat fraksi partai yang mendukung aturan tersebut.

 

Berbalik dengan pemerintah, khususnya Kementerian Dalam Negeri, Kemenkumham dan sebagian kalangan anggota dewan di parlemen hingga Bawaslu menentang keras. Argumentasi yang dibangun yakni Peraturan KPU tersebut tidak sejalan dengan Pasal 240  ayat (1) huruf g UU tentang Pemilu.

 

Sementara KPU memandang, terdapat ketimpangan dalam pengaturan persyaratan antara calon presiden/wakil presiden dengan calon legislatif dalam UU No.7/2017 tentang Pemilu.  Pasal 169 huruf d UU tentang Pemilu  menyebutkan, Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah:..d. tidak pernah mengkhianati negara serta tidak pernah melakukam tindak pidana korupsi dan tindak pidana berat lainnya”.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait