2 Regulasi Penghambat Penerapan Energi Baru Terbarukan Versi BPHN
Berita

2 Regulasi Penghambat Penerapan Energi Baru Terbarukan Versi BPHN

Ketentuan dalam dua regulasi tersebut bisa menghambat target capaian bauran Energi Terbarukan di sektor ketenagalistrikan sebagaimana Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang ditetapkan melalui Perpres Nomor 22 Tahun 2017.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
FGD (Focus Group Discussion) Temuan Kelompok Kerja (Pokja) Analisis dan Evaluasi Hukum terkait Ketenagalistrikan yang digelar pada 17-18 Juli di Hotel Veranda, Jakarta Selatan. Foto: Istimewa
FGD (Focus Group Discussion) Temuan Kelompok Kerja (Pokja) Analisis dan Evaluasi Hukum terkait Ketenagalistrikan yang digelar pada 17-18 Juli di Hotel Veranda, Jakarta Selatan. Foto: Istimewa

Sulitnya pelaksanaan ketentuan yang mewajibkan setiap instalasi pemanfaatan tenaga listrik untuk memiliki Sertifikat Laik Operasi/SLO, hingga persoalan terhambatnya pemanfaatan Energi Terbarukan bagi pembangkitan tenaga listrik menjadi dua Permasalahan krusial yang mengemuka dalam FGD (Focus Group Discussion) Temuan Kelompok Kerja (Pokja) Analisis dan Evaluasi Hukum terkait Ketenagalistrikan yang digelar dua hari pada 17-18 Juli di Hotel Veranda, Jakarta Selatan.

 

Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Liestiarini Wulandari, mengatakan merujuk Pasal 44 ayat (4) UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan dan Pasal 46 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, diatur setiap kewajiban pemanfaatan tenaga listrik wajib memiliki SLO. 

 

“Kewajiban ini tidak hanya terbatas bagi industri melainkan bagi rumah tangga, baik yang menggunakan tegangan tinggi, menengah maupun rendah,” kata Lies dalam rilis yang diterima hukumonline, Senin (23/7).

 

Pasal 44 UU 30/2009:

(4) Setiap instalasi tenaga listrik yang beroperasi wajib memiliki sertifikat laik operasi

 

Pasal 46 PP 14/2012:

  1. Instalasi tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) yang beroperasi wajib memiliki sertifikat laik operasi.
  2. Untuk memperoleh sertifikat laik operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pemeriksaan dan pengujian oleh lembaga inspeksi teknik yang terakreditasi.
  3. Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh Menteri.
  4. Dalam hal suatu daerah belum terdapat lembaga inspeksi teknik yang terakreditasi, Menteri, gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat menunjuk lembaga inspeksi teknik.
  5. Dalam hal suatu daerah belum terdapat lembaga inspeksi teknik yang dapat ditunjuk oleh Menteri, gubernur atau bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri, gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat menunjuk pejabat yang bertanggung jawab mengenai kelaikan operasi.
  6. Pemeriksaan dan pengujian instalasi tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) dan Pasal 45 ayat (3) huruf a dan huruf b dilaksanakan oleh lembaga inspeksi teknik terakreditasi.
  7. Pemeriksaan dan pengujian instalasi tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3) huruf c dilaksanakan oleh lembaga inspeksi teknik dan ditetapkan oleh Menteri.
  8. Sertifikat laik operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
  9. Ketentuan lebih lanjut mengenai instalasi tenaga listrik diatur dengan Peraturan Menteri.

 

Pemerintah sendiri telah menentukan standar pembangunan dan pemasangan listrik serta jasa konsultan kelistrikan terakreditasi. Namun, lanjut Lies, masyarakat pengguna tenaga listrik masih belum mengetahui mengenai kewajiban tersebut sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 27 Tahun 2017 tentang Tingkat Mutu Pelayanan dan Biaya Yang Terkait dengan Penyaluran Tenaga Listrik Oleh PT PLN (Persero).

 

“Tantangan lain yang dihadapi adalalah belum tersosialisasinya badan usaha yang terakreditasi dan telah bersertifikat SLO sekalipun telah dipublikasikan melalui laman resmi Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM,” ujar Lies. 

 

(Baca Juga: Regulasi Labil Ganggu Iklim Investasi di Sektor EBT)

 

Dalam diskusi, turut mencuat isu terkait dengan implementasi Permen ESDM Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Menurut Lies, ketentuan tersebut menghambat target capaian bauran Energi Terbarukan di sektor ketenagalistrikan sebagaimana Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang ditetapkan melalui Perpres Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional. 

Tags:

Berita Terkait