MK: LPS Boleh Hapus Buku dan Piutang Bank Likuidasi Saat Krisis
Berita

MK: LPS Boleh Hapus Buku dan Piutang Bank Likuidasi Saat Krisis

Dan memenuhi ketentuan Pasal 46 ayat (5) UU PPKSK.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi Pasal 6 ayat (1), Pasal 81 ayat (3) dan Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (UU LPS). Pasal-pasal itu mengatur wewenang pengelolaan kekayaan/aset yang dimiliki LPS yang dimohonkan Kepala Eksekutif LPS, Fauzi Ichzan. Dalam putusannya, MK mengabulkan secara inkonstitusional bersyarat atas pengujian Pasal 6 ayat (1) UU LPS.

 

“Mengabulkan sebagian permohonan pemohon. Menyatakan Pasal 6 ayat (1) huruf c tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘termasuk dapat melakukan tindakan hapus buku dan hapus tagih terhadap aset berupa piutang sepanjang memenuhi ketentuan Pasal 46 ayat (5) UU No. 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK),” ujar Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan No. 1/PUU-XVI/2018 di Gedung MK, Jakarta (23/7/2018).

 

Sebelumnya, Pasal 6 ayat (1) huruf c UU LPS menyebutkan, ”Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, LPS mempunyai wewenang sebagai berikut: melakukan pengelolaan kekayaan (aset) dan kewajiban LPS.” Pasal 81 ayat (3) berbunyi, ”LPS bertanggung jawab atas pengelolaan dan penatausahaan semua asetnya. Sedangkan Pasal 46 ayat (5) PPKSK berbunyi “Untuk menyelesaikan aset dan kewajiban yang masih tersisa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) LPS memiliki wewenang untuk menghapus buku dan menghapus tagih aset.”

 

Dengan putusan ini, LPS berwenang menghapus buku dan hapus tagih aset piutang (tagihan utang) debitur bank ketika pengelolaan aset bank dalam likuidasi (sistemik maupun nonsistemik) terutama ketika dalam keadaan krisis dengan sejumlah persyaratan.  

 

Sebelumnya, Pemohon beralasan uji materi pasal-pasal ini menimbulkan kerugian (materil) karena LPS tidak bisa menolak pembayaran piutang (pihak ketiga) ketika pengelolaan aset bank dalam status Bank Dalam Likuidasi (BDL). Piutang tersebut tetap hidup beserta dengan bunga dan denda, apabila tidak dibayarkan dalam batas waktu tertentu. Hal ini akan mengakibatkan piutang menjadi bertambah dari nilai pokok dan bunga serta denda. (Baca Juga: LPS Persoalkan Aturan Kewenangan Pengelolaan Aset)

 

Apalagi, LPS mempunyai kewenangan melakukan hapus buku dan hapus tagih terhadap debitur bank sistemik dalam kondisi krisis seperti diatur UU PPKSK. Sementara, terhadap debitur bank nonsistemik tidak disebutkan kewenangan untuk hapus buku dan hapus tagih secara eksplisit dalam UU LPS, terutama Pasal 6 ayat (1) huruf c dan Pasal 81 ayat (3) UU LPS. Karena itu, Pemohon meminta MK agar Pasal 6 ayat (1) huruf c UU LPS inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai termasuk dapat melakukan tindakan hapus buku dan hapus tagih terhadap aset berupa piutang.

 

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menegaskan kewenangan LPS dalam UU LPS berlaku pula dalam UU PPKSK. Namun, aset yang dikelola LPS berkaitan kekayaan negara dan adanya hak masyarakat didalamnya, maka kewenangan hak hapus buku dan hapus tagih tidak dapat dianggap sebagai kewenangan tanpa batas seperti jika hal itu menjadi piutang yang dikelola oleh perseorangan atau badan hukum yang tidak ada kaitannya dengan kekayaan negara.

Tags:

Berita Terkait