Fenomena Extra Judicial Killing Layaknya Jalan Pintas Aparat Atasi Suatu Kejahatan
Berita

Fenomena Extra Judicial Killing Layaknya Jalan Pintas Aparat Atasi Suatu Kejahatan

Kepolisian selaku perwakilan negara dalam menjaga keamanan masyarakat dinilai telah melegitimasi pelanggaran-pelanggaran atas HAM dengan dapat menembak di kepala terhadap seseorang yang diduga sebagai pelaku kejahatan atau tersangka.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi. Foto: SGP
Ilustrasi. Foto: SGP

Dalam rangka Operasi Kewilayahan Mandiri jelang perhelatan Asian Games 2018 sejak 3 Juli hingga 12 Juli 2018, Polda Metro Jaya telah melakukan penembakan terhadap 52 penjahat dan 11 di antaranya tewas. Atas berita yang beredar di banyak media tersebut, beberapa organisasi masyarakat sipil menentang keras dilakukannya extra-judicial killing atau pembunuhan di luar putusan pengadilan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap orang-orang yang disangka terlibat kejahatan jalanan tersebut. 

 

Namun terhadap kritik yang disampaikan oleh beberapa organisasi masyarakat sipil, Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Setyo Wasisto justru menyampaikan bahwa aparat kepolisian, telah bertindak berdasarkan SOP yang dimiliki, tidak hanya bisa melumpuhkan penjahat hanya dengan menembak kaki atau tangannya, namun penembakan terhadap organ vital seperti kepala pun "halal" untuk ditembak.

 

Koalisi Masyarakat Sipil Usut Extra Judicial Killing yang terdiri dari ICJR, LBH Jakarta, Amnesty Indonesia, Kontras, LBH Masyarakat, PKNI, Imparsial menilai pernyataan Setyo menegaskan bahwa aparat kepolisian selaku perwakilan negara dalam menjaga keamanan masyarakat telah melegitimasi pelanggaran-pelanggaran atas Hak Asasi Manusia (HAM) dengan dapat menembak di kepala terhadap seseorang yang diduga sebagai pelaku kejahatan atau tersangka.

 

“Fenomena extra-judicial killing atau pembunuhan di luar putusan pengadilan seolah menunjukan aparat penegak hukum menggunakan jalan pintas dalam menanggulangi suatu kejahatan,” kata Arif Maulana, perwakilan koalisi dari LBH Jakarta dalam rilis yang diterima hukumonline, Minggu (22/7).

 

Menurut koalisi, sepanjang tahun 2017, untuk suatu tindak pidana tertentu saja, berdasarkan pemantauan media dalam jaringan (media daring) yang dilakukan LBH Masyarakat, praktik extra-judicial killing telah membunuh 99 orang yang baru diduga sebagai pelaku tindak pidana narkotika.  Oleh karenanya, jika terus dibiarkan, negara seolah memiliki legitimasi untuk menerapkan praktik extra-judicial killing, sehingga dikhawatirkan akan meluas ke mana-mana.

 

“Dan beberapa hari ke belakang terbukti praktik extra-judicial killing telah meluas karena digunakan aparat penegak hukum sebagai jalan pintas guna menanggulangi kejahatan jalanan, jelang perhelatan Asian Games 2018,” ujar Arif.

 

(Baca Juga: Ini yang Terjadi Bila Pemberantasan Terorisme Memberlakukan Pidana Mati)

 

Tindakan extra-judicial killing atau pembunuhan di luar putusan pengadilan dilarang keras oleh ketentuan dalam hukum HAM internasional maupun peraturan perundang undangan National. Larangan tersebut dimuat di dalam Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia, serta International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) yang diratifikasi melalui UU No.12 Tahun 2005.

Tags:

Berita Terkait