KSSK Cemaskan Dampak Pelemahan Rupiah dan Perang Dagang
Berita

KSSK Cemaskan Dampak Pelemahan Rupiah dan Perang Dagang

Meski masih dalam kondisi stabil, risiko pelemahan Rupiah dan perang dagang berpotensi menimbulkan krisis bagi sistem keuangan nasional.

Oleh:
M. Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Tim KSSK saat menyampaikan hasil evaluasi sistem keuangan nasional triwulan II di Gedung Kementerian Keuangan, Selasa (31/7). Foto: MJR
Tim KSSK saat menyampaikan hasil evaluasi sistem keuangan nasional triwulan II di Gedung Kementerian Keuangan, Selasa (31/7). Foto: MJR

Meski menyatakan kondisi sistem keuangan dalam kondisi stabil, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menilai faktor pelemahan nilai tukar dan perang dagang antara Amerika Serikat dengan Cina berisiko/berdampak negatif bagi Indonesia. KKSK yang terdiri dari Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengklaim telah melakukan antisipasi agar persoalan ini tidak mengganggu stabilitas sistem keuangan.

 

“KSSK memandang kondisi fundamental serta stabilitas perekenomian dan sistem keuangan masih terjaga. Namun, KSSK mencermati adanya tekanan nilai tukar dan SBN (surat berharga negara) terutama yang berasal dari kenaikan suku bunga Fed Fund Rate dan sentimen perang dagang antara Amerika Serikat dengan negara mitra dagang utamanya,” kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati saat menyampaikan hasil Rapat KSSK di Gedung Kemenkeu, Selasa (31/7/2018) sore.  

 

Sri menjelaskan stabilitas perekonomian masih terjaga terlihat dari indikator makro ekonomi seperti inflasi, likuiditas sistem keuangan, cadangan devisa, defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan positifnya pertumbuhan kredit serta kredit bermasalah (NPL) alias kredit macet yang masih terjaga.

 

Sehubungan dengan pelemahan nilai tukar yang terjadi akhir-akhir ini, Gubernur BI, Perry Warjiyo menjelaskan pihaknya telah melakukan berbagai kebijakan untuk mengatasi persoalan ini. Diantaranya, menaikkan suku bunga acuan BI 7-Days Repo Rate dari 5,5 persen menjadi 5,25 persen pada akhir Juni lalu. Dengan kenaikan suku bunga acuan tersebut, Perry berharap arus modal masuk akan meningkat ke Indonesia.

 

“Mencermati risiko Fed Fund Rate dan perang dagang yang memberi tekanan terhadap pasar keuangan nasional, kami fokus menstabilkan makro ekonomi. Risiko tekanan eksternal ini tidak hanya terjadi di Indonesia tapi berdampak di seluruh dunia. Sehingga, KSSK melakukan penguatan langkah-langkah stabilitas nilai tukar dan makro ekonomi,” kata Perry.

 

BI juga telah merelaksasi aturan uang muka kredit properti atau loan to value (LTV) yang diharapkan mampu meningkatkan pembiayaan perbankan. Dalam kebijakan baru ini, BI memberi kebebasan pada perbankan yang memenuhi persyaratan untuk menentukan sendiri besaran uang muka kepada debitur hingga tingkat paling rendah yakni 0 persen. Baca Juga: Aturan Relaksasi, Perbankan Bebas Tentukan Uang Muka KPR Asalkan...

 

Menurut Perry, pelemahan Rupiah yang terjadi saat ini masih lebih rendah dibandingkan negara-negara berkembang lain seperti Filipina, India, Afrika Selatan dan Turki. Tercatat, pelemahan Rupiah terhadap dolar mencapai 6 persen year to date atau posisi akhir sebesar Rp 14.420 per US Dolar Amerika Serikat.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait