Semester I Tahun 2018, Komisi Yudisial Periksa 51 Hakim Terlapor
Berita

Semester I Tahun 2018, Komisi Yudisial Periksa 51 Hakim Terlapor

Dua orang akan dibawa ke sidang Majelis Kehormatan Hakim.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Komisi Yudisial. Foto: SGP
Komisi Yudisial. Foto: SGP

Selama setengah tahun, semester I Tahun 2018, Komisi Yudisial telah menerima 792 laporan masyarakat terkait dugaan pelanaggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Ini adalah total pengaduan seluruh Indonesia yang disampaikan langsung ke Komisi Yudisial, disampaikan lewat Kantor Penghubungan Komisi Yudisial, lewat surat, dikirim melalui layanan pengaduan daring, dan berbasis pada informasi yang dikumpulkan.

 

Namun, menurut Juru Bicara Komisi Yudisial, Farid Wajdi, tak semua laporan itu memenuhi persyaratan. Misalnya, sebagian hanya tembusan ke Komisi Yudisial dan substansinya bukan kewenangan Komisi Yudisial, atau masuk teknis yudisial. Dari jumlah itu, ada 124 berkas laporan yang dibawa ke sidang panel. Panel memutuskan ada 48 berkas yang dinyatakan dapat ditindaklanjuti. Sisanya, 76 laporan, berstatus tidak dapat ditindaklanjuti. “Jika laporan masuk kategori tidak dapat ditindaklanjuti selanjutnya berkas laporan ditutup,” jelas Farid dalam pernyataan di Jakarta, Rabu (01/8).

 

Sebagian besar laporan tidak dapat ditindaklanjuti. Faktor utama laporan tidak dapat ditindaklanjuti adalah karena minimnya alat bukti sebagai pendukung laporan. Laporan bisa ditindaklanjuti jika didukung minimal dua alat bukti. Ini juga sejalan dengan Peraturan Komisi Yudisial No. 2 Tahun 2015 tentang Penanganan Laporan Masyarakat. Pelapor diwajibkan memenuhi klarifikasi dan laporan paling lama 30 hari. Waktu penyelesaian laporan adalah 60 hari kerja setelah laporan diregistrasi.

 

Untuk memutuskan apakah lapora n masyarakat terbukti atau tidak terbukti melanggar KEPPH, Komisi Yudisial melaksanakan sidang pleno. Jika terbukti melanggar, Komisi Yudisial mengusulkan penjatuhan sanksi terhadap hakim terlapor. Pada semester I Tahun 2018, Komisi Yudisial memberikan rekomendasi kepada 30 hakim terlapor. Dari jumlah itu, sudah 19 rekomendasi disampaikan ke Mahkamah Agung. Sisanya, 11 hakim, masih dalam proses.

 

Untuk memperkuat kesimpulan terhadap berkas laporan masyarakat, Komisi Yudisial telah memeriksa 51 orang hakim yang menjadi terlapor. Selain itu, diperiksa pula 67 orang pelapor, 258 orang saksi, 27 orang kuasa pelapor, dan 1 orang ahli. Total yang diperiksa adalah 404 orang. Hakim Peradilan Umum paling banyak dilaporkan (569), Peradilan Tata Usaha Negara (61), Peradilan Agama (49), Mahkamah Agung (40), dan Pengadilan Hubungan Industrial (20 laporan).

 

Farid tak menjelaskan hakim dari pengadilan mana saja yang sudah diperiksa. Ia hanya menjelaskan Komisi Yudisial sudah melakukan korespondensi untuk melakukan pemeriksaan intensif dan penjatuhan saksi kepada 9 terlapor. Namun sejauh ini baru 4 hakim yang disetujui untuk ditindaklanjuti proses penjatuhan sanksinya. Satu orang dijatuhi sanksi berat, satu orang sanksi sedang, dan dua orang akan dibawa ke sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH). “MKH adalah ajang pembelaan diri buat hakim yang dilaporkan,” kata Farid.

 

Berdasarkan wilayah kerja aduan, pengadilan di Jakarta masih menempati peringkat pertama yang dilaporkan (147). Selanjutnya ditempati wilayah kerja Jawa Timur (91), Jawa Barat (79), Sumatera Utara (76), Jawa Tengah (59), Sulawesi Selatan (34), Sumatera Selatan (32), Riau (29), Sulawesi Utara (25), dan Nusa Tenggara Barat gabung Nusa Tenggara Timur (20). Dari wilayah itu, Farid menggarisbawahi wilayah Sumatera Utara yang selalu masuk dalam lima besar. “Sumatera Utara perlu mendapat perhatian,” tegasnya.

 

Parameter yang digunakan untuk menilai dugaan pelanggaran oleh hakim didasarkan antara lain pada Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial No.047/KMA/SKB/IV/2009 dan 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

Tags: