Pemberatan Pengulangan Pidana di RKUHP Dinilai Bakal Perburuk Over Kapasitas Lapas
Berita

Pemberatan Pengulangan Pidana di RKUHP Dinilai Bakal Perburuk Over Kapasitas Lapas

Skema penerapan ketentuan pemberatan karena pengulangan tindak pidana dalam RKUHP, persentase seseorang yang dikategorikan sebagai residivis akan meningkat yang berdampak pada peningkatan jumlah penghuni lapas ataupun rutan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Pengaturan berbagai jenis tindak pidana sudah tertuang dalam dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Pidana (RKUHP) yang tengah dibahas antara DPR dengan pemerintah. Dari berbagai persoalan yang mengemuka selama ini, masih ada persoalan lain yang menjadi sorotan publik. Yakni, ketentuan pemberatan terhadap orang yang melakukan pengulangan tindak pidana. Sebab, jenis tindak pidana ini dinilai berpotensi semakin memperburuk kondisi overcrowding atau persoalan kepadatan berlebihan di lembaga pemasyaratan (lapas).  

 

“Ketentuan pemberatan bagi pengulangan tindak pidana di dalam RKUHP, yang tidak lagi menggunakan mekanisme pengelompokkan tindak pidana, berpotensi memperburuk masalah overcrowding di Indonesia,” ujar Anggota Aliansi Nasional Reformasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Anggara Suwahju di Jakarta, Senin (6/8/2018).

 

Anggara menerangkan RKUHP digadang-gadang sebagai salah satu jalan keluar mengatasi permasalahan overcrowding atau over kapasitas di lapas-lapas, justru diperkirakan membuat persoalan over kapasitas lapas semakin sulit diatasi.  

 

Dalam Bab II Buku I Pasal 24 draf RKUHP per tanggal 28 Mei 2018 mengatur pengulangan tindak pidana. Pasal 24 menyebutkan, “Pengulangan Tindak Pidana terjadi jika seseorang melakukan Tindak Pidana kembali: a. dalam waktu 5 (lima) tahun setelah menjalani seluruh atau sebagian pidana pokok yang dijatuhkan atau pidana pokok yang dijatuhkan telah dihapuskan; atau b. pada waktu melakukan Tindak Pidana, kewajiban menjalani pidana pokok yang dijatuhkan terdahulu belum kedaluwarsa.”

 

Salah satu faktor yang dapat memperberat hukuman pidana seseorang yakni pengulangan tindak pidana. Mengacu Pasal 64 dan 65 RKUHP, pengulangan tindak pidana dapat memperberat pidana sebesar 1/3 dari maksimum ancaman pidana. Dengan begitu, bila tindak pidana dilakukan dalam keadaan normal diancam dengan pidana penjara maksimum 3 bulan terdapat ketentuan pemberatan jika terjadi pengulangan.

 

“Ancaman pidana penjara maksimum adalah 3 bulan + 1/3 dari 3 bulan = 4 bulan,” ujar Anggara memberi contoh. Baca Juga: Deadline Pengesahan RKUHP Berubah, Pembahasan Substansi Diminta Menyeluruh

 

Dia mengingatkan pengaturan pemberatan pidana akibat faktor pengulangan tindak pidana sudah dikenal dalam Pasal 486 hingga 488 KUHP. Menurut Anggara, seseorang dapat dikatakan melakukan pengulangan tindak pidana, apabila mengulangi tindak pidana yang sama-sama berada dalam satu kategori tindak pidana tertentu.

Tags:

Berita Terkait