Kepastian Hukum Hak Pengelolaan Hulu Migas oleh Daerah
Kolom

Kepastian Hukum Hak Pengelolaan Hulu Migas oleh Daerah

Seluruh klausul yang terkait dengan PI 10% perlu disesuaikan dengan mekanime dan proses yang diatur dalam Permen ESDM 37/2016.

Bacaan 2 Menit
Damar Wicaksono. Foto: Istimewa
Damar Wicaksono. Foto: Istimewa

Sejak dimulainya produksi komersial dari migas yang dihasilkan di wilayah NKRI seluruhnya masuk ke rekening migas yang dikelola oleh Kementerian Keuangan, daerah penghasil migas mendapatkan dana bagi hasil yang penentuannya diatur dalam UU Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah dan Pajak Daerah & Retribusi Daerah (PDRD).

 

Sebagai daerah penghasil migas, pemerintah daerah baik provinsi/kabupaten/kota tidak serta merta mendapatkan manfaat secara langsung baik dalam segi pengetahuan mengenai pengelolaan migas, transparansi cost recovery dan peluang dalam memanfaatkan hasil migas untuk memenuhi kebutuhan energi di daerahnya.

 

Untuk memberikan solusi permasalahan tersebut Pemerintah melalui PP 35/2004, memberikan hak kepada pemerintah daerah melalui BUMD untuk menjadi salah satu pihak dalam pengelolaan Wilayah Kerja berproduksi dengan Partisipasi Interes sebesar 10% atau biasa disebut PI 10%. Hal tersebut selaras dengan Pasal 33 UUD 1945 yang menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

 

Tujuan Pemerintah untuk melibatkan pemerintah daerah dalam pengelolaan migas nyatanya tidak otomatis berhasil dengan dibuktikan dari jumlah wilayah kerja eksploitasi sebanyak 92 sedangkan keterlibatan pemeritah daerah sebagai pemegang PI 10% hanya sebanyak tiga wilayah kerja antara lain di wilayah kerja Cepu. Itupun timbul permasalahan lainnya sehingga tujuan pemberian PI 10% tidak tercapai.

 

Landasan Hukum Pengelolaan PI 10%

UU 22/2001 mengatur kegiatan usaha hulu migas yaitu kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi. Eksplorasi bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan migas di Wilayah Kerja. Sedangkan eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan migas.

 

Kegiatan hulu migas dilaksanakan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap (BU/BUT) berdasarkan Kontrak Kerja Sama (KKS) dengan SKK Migas.Setelah ditandatanganinya KKS maka BU/BUT tersebut selanjutnya disebut Kontraktor yang bertanggung jawab penuh untuk melaksanakan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi. Apabila kontraktor terdiri lebih dari satu, hak dan kewajibannya akan dibagi berdasarkan persentase Partisipasi Interes (PI) yang disepakati sebelum ditandatanganinya KKS.

 

KKS memiliki jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun, yang terdiri atas jangka waktu eksplorasi dan eksploitasi. Jangka waktu eksplorasi dilaksanakan enam tahun dan dapat diperpanjang hanya satu kali paling lama empat tahun. Apabila Kontraktor dalam masa eksplorasi menemukan cadangan migas yang dapat diproduksikan secara komersial, maka Kontraktor mengajukan permohonan persetujuan rencana pengembangan lapangan yang pertama (Plan of Development I/POD I) kepada Menteri ESDM.

Tags:

Berita Terkait