Bocoran Strategi Lawyer Singapura dan Korsel Agar Transaksi Merger & Akuisisi Berjalan Mulus
Utama

Bocoran Strategi Lawyer Singapura dan Korsel Agar Transaksi Merger & Akuisisi Berjalan Mulus

Selain ampuh menyelamatkan perusahaan yang diambang kebangkrutan, M&A juga dikenal mampu menghasilkan profit berlimpah. Celakanya, jika saat transaksi tidak ditangani dengan benar, M&A justru memicu petaka atau kerugian.

Oleh:
Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
(kiri ke kanan) Tehyok Daniel Yi, Hanim Hamzah, James Choo Tze Ming, Michael S Carl  dan Johannes C Sahetapy-Engel saat menjadi pembicara di seminar The Fundamentals of International Legal Business Practice. Jakarta (3/8). Foto: RES
(kiri ke kanan) Tehyok Daniel Yi, Hanim Hamzah, James Choo Tze Ming, Michael S Carl dan Johannes C Sahetapy-Engel saat menjadi pembicara di seminar The Fundamentals of International Legal Business Practice. Jakarta (3/8). Foto: RES

Dikenal sebagai upaya ampuh penyelamatan perusahaan yang diambang kebangkrutan, merger dan akuisisi (M&A) juga familiar sebagai upaya restrukturisasi perusahaan yang dapat mendatangkan profit berlimpah. Sebaliknya, M&A juga tak menutup peluang mendatangkan petaka besar kerugian bisnis dan permasalahan hukum berkelanjutan bilamana dilakukan tanpa pertimbangan yang matang dan tepat sasaran.

 

Lawyer spesialis M&A transaction pada firma hukum Wong Partnership Singapura, James Choo Tze Ming, menyebut langkah terpenting sebelum mengambil keputusan M&A adalah mengenali betul seperti apa perusahaan target. Step pertama yang sekaligus menjadi faktor penentu keberhasilan transaksi merger tersebut, kata Choo, sangat bergantung pada keakuratan due diligence process yang dilakukan, baik uji tuntas atas seluruh aspek hukum, financial maupun aspek tax (perpajakan).

 

“Dalam transaksi merger, buyer berada pada situasi yang sangat rentan, rentan sukses dan rentan merugi, jadi tugas kita sebagai lawyer untuk mengenali betul sejauh mana perusahaan target bisa menguntungkan atau justru bermasalah,” kata Choo saat menjadi pembicara di seminar The Fundamentals of International Legal Business Practice. Jakarta (3/8) lalu.

 

Setelah tahu bahwa perusahaan target bermasalah dan bahkan berpotensi memunculkan deal breaker, kata Choo, maka lawyer harus mampu menyelesaikan masalah itu sebelum close transaction. Hasil dari penelusuran yang didapat saat LDD, disebut Choo dapat digunakan sebagai alat untuk mengalokasikan risiko melalui negosiasi dan menekan harga, meminta penyelesaian masalah terlebih dahulu oleh internal perusahaan target atau bisa walk away jika transaksi dinilai sangat berisiko dan tidak menguntungkan.

 

“Mencegah lebih baik dari pada mengobati. Jadi kemampuan negosiasi lawyer sangat menentukan untuk mencegah berbagai risiko litigasi ke depannya,” kata Choo.

 

Choo tidak menampik bahwa berhadapan dengan kasus litigasi memang sangat merepotkan. Sehingga, lawyer harus sudah mengidenfikasi proses hukum apa saja yang masih tertunda pada perusahaan target serta berapa besar klaim (tuntutan) yang diajukan oleh pihak lawan. Tidak kalah penting, sambung Choo, lawyer juga harus tahu keputusan atau persengketaan hukum apa sajakah yang dihadapi perusahaan target setidaknya dalam 3 tahun terakhir? Pernahkan terjadi penyitaan terhadap asetnya oleh curator atas perintah pengadilan?

 

(Baca Juga: Advokat Indonesia di Tengah Perkembangan Hukum Bisnis Internasional)

 

Selanjutnya, apa sajakah cakupan objek yang selalu diidentifikasi Choo saat melakukan legal due diligence process? Berikut hasil rangkuman hukumonline atas presentasi yang disampaikan Choo:

Tags:

Berita Terkait